Posted on Kamis, 15 Maret 2012 VOC

VOC

Pendaratan De Houtman di Banten tahun pada 1596 merupakan pencapaian besar bagi bangsa Belanda. Meskipun pada ekspedisi yang pertama tersebut belum memberikan keuntungan ekonomi yang besar namun mereka telah memberi sumbangan yang amat berharga bagi pelayaran selanjutnya. Kapal-kapal dagang Belanda kemudian mulai berlomba-lomba melakukan pelayaran ke Nusantara.
Banyaknya perusahan dagang Belanda yang melakukan ekspedisi ke Nusantara pada akhirya menimbulkan masalah tersendiri. Persaingan antar sesama perusahaan dagang Belanda menyebabkan pasokan rempah-rempah ke Eropa melimpah sehingga harganya turun. Dengan turunnya harga rempah-rempah di pasaran Eropa tentunya menurunkan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan dagang Belanda. Menyikapi kejadian tersebut pada tahun 1598, parlemen Belanda (Staaten Generaal) mengusulkan supaya perseorangan-perseorangan yang saling bersaing tersebut sebaiknya menggabungkan kepentingan mereka masing-masing ke dalam suatu kesatuan.
Perseorangan-perseorangan yang saling bersaing tersebut kemudian pada 20 Maret 1602 bergabung membentuk suatu perusahaan dengan nama Vereenig-de Oost-Indische Compagnie yang biasa disingkat VOC. Kepentingan-kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk masing-masing dari enam wilayah di negeri Belanda. Setiap majelis mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang seluruhnya berjumlah tujuh belas orang dan disebut Heeren XVII (Tuan-tuan tujuh belas). Berdasarkan Oktroi yang diberikan oleh parlemen Belanda, VOC memiliki beberapa hak istimewa. Mereka memiliki hak dagang disuatu kawasan yang amat luas, terbentang dari Tanjung Harapan sampai selat Magellan, wewenang untuk mendaftarkan personel berdasarkan sumpah setia, membetuk angkatan bersenjata, menyatakan perangan dan menerima perdamaian, membangun benteng-benteng, mengawasi penguasa-penguasa lokal di daerah operasinya serta mengadakan perjanjian dengan penguasa lokal atas nama Staaten Generaal.
 Pada tahun-tahun pertamanya VOC ditangani sendiri oleh Heeren XVII. Namun karena  wilayahnya yang amat luas dan jaraknya yang cukup jauh dari negeri Belanda segera disadari akan sulit mengelola dan melaksanakan tugas harian dengan baik. Untuk menangani secara lebih tegas dan melaksanakan pemerintahan secara langsung terhadap VOC mulai tahun 1610 dibentuklah jabatan Gubernur Jenderal, gubernur wilayah, serta suatu dewan penasihat dan pengawas yang disebut Dewan Hindia (Raad van Indie). Semenjak saat itu hampir sebagian besar kegiatan-kegiatan VOC di Asia dikendalikan oleh Gubernur Jenderal.
Staaten General mengangkat Pieter Both (1610-1614) dari Amersfoorst sebagai Gubernur Jenderal pertama pada tahun 1610. Gubernur jenderal ke dua Gerard Reynst (1614-1615) dan gubernur jenderal ke tiga Dr. Laurens Reael (1615-1619) juga diangkat oleh Staaten General. Tetapi semenjak masa Jan Pieterzoon Coen (gubernur jenderal keempat) pengangkatan semua gunernur jenderal dilakukan oleh De Heeren XVII atas persetujuan Staaten General.
Pada masa tiga gubernur jenderal pertama markas besar VOC berkedudukan di Maluku tepatnya di benteng Oranje Ternate. Namun gubernur jenderal Jan Pieterzoon Coen berpendapat bahwa perusahaan tersebut memerlukan sebuah pusat kegiatan yang lebih strategis dan lebih mudah menjangkau daerah operasinya yang sangat luas. Ia kemudian membangun kantor pusat baru di Jayakarta yang kemudian namanya diubah menjadi Batavia. Maluku kemudian dipimpin seorang gubernur wilayah yang berkedudukan di bekas kantor pusat VOC yang lama.
Pada seratus tahun pertamanya VOC meraih sukses luar biasa Ia berhasil meraup keuntungan yang cukup menggiurkan. Keberhasilan ini tak lepas dari peranan De Heeren XVII yang menangani secara langsung manajenen VOC. Operasi-operasi di Asia khususnya Indonesia berada dibawah kendali tangan-tangan termpil. Namun seratus tahun kedua VOC adalah riwayat kemerosotannya.
Pada dekade kedua menjelang 1800an laba VOC menurun drastis sehingga menurunkan daya saingnya. Penurunan tersebut akibat besarnya pengeluaran untuk keperluan perang baik perang dengan sesama bangsa Eropa maupun perang menghadapi perlawanan penduduk lokal. Padahal VOC harus menghadapi persaingan yang ketat dengan kongsi dagang Inggris, Portugal, dan Spanyol. Selain sesama bangsa Eropa VOC juga mendapat saingan yang kuat dari para pedagang Cina, Jawa, Gujarat, Arab, bahkan di Maluku  penyelundupan yang dilakukan oleh pedagang lokal turut berperan dalam memerosotkan laba VOC setempat.
Pada masa-masa akhir kekuasaannya VOC juga mengalami masalah dalam sumber daya manusia. Khususnya di Asia sebagian besar aparatnya bukan orang Belanda melainkan para petualang, gelandangan, penjahat dan orang-orang yang bernasib kurang baik dari seluruh Eropa yang mengucapkan sumpah setia kepada VOC. Kebanyakan dari mereka   bertindak tidak jujur, nepotisme, dan alkoholis. Kondisi aparat yang sedemikian buruk menyebabkan VOC salah urus dan mengantarkannya ke jurang kehancuran.
Dari beberapa sebab yang telah diuraikan di atas ada satu lagi sebab yang memberikan sumbangan besar bagi keruntuhan VOC yaitu korupsi. Korupsi terjadi mulai dari pejabat-pejabat bergaji 16 hingga 24 gulden sampai pegawai paling puncak, yaitu gubernur jenderal yang bergaji 700 gulden. Sebagian besar gubernur jenderal setelah pensiun dari jabatannya berubah menjadi orang kaya baru. Mereka kembali pulang ke Belanda dengan membawa kekayaan yang luar biasa.
Korupsi yang sedemikian parahnya yang menyebabkan kehancuran VOC memunculkan sebuah ejekan yaitu V(ergaan O(nder C(oruptie, “rontok karena korupsi.”  Terjadi bermacam-macam tindakan korupsi yang dilakukan oleh hampir seluruh aparatnya. Tindakan korupsi yang populer di tubuh VOC adalah penyelundupan barang ekspor, mark up nota pembelian, sogokan dalam penerimaan pegawai, hingga pembuatan laporan keungan palsu.
            Pada tahun 1796, Heeren XVII dibubarkan dan digantikan oleh suatu komite baru. Setelah itu pada 1 Januari 1800 VOC pun resmi dibubarkan. Wiayah-wilayah yang dulu menjadi miliknya kini menjadi milik pemerintah Belanda. Akan tetapi hanya terjadi perubahan kecil di Indonesia, karena pemegang jabatan masih orang-orang lama dan masih menggunakan cara-cara lama.
Sumber Bacaan
Amal M. Adnan.2010.Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Maluku Utara 1250-          1950.Jakarta:Gramedia.
Ricklefs M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.Jakarta:PT Serambi Ilmu Semesta.

Posting Komentar