Posted on Senin, 19 Maret 2012 Pendidikan Indonesia, Dulu, Kini dan Nanti
Wajah
Pendidikan Indonesia
Oleh
Dhani Kurniawan
Bebarapa hari yang lalu tepatnya Jumat 13 Mei
2011 saya dan rekan-rekan sekelas mengunjungi museum pendidikan Indonesia ang
ada di kampus UNY. Kunjungan kami tersebut merupakan tindak lanjut dari tugas
mata kuliah Sejarah Pendidikan. Sebenarnya itu bukan pertama kalinya saya
berkunjung ke museum pendidikan Indonesia. Sebelumnya saya pernah ke tempat
tersebut bersama Iskandar tetapi tidak dalam rangka tugas apapun melainkan
karena sekedar memenuhi hasrat ingin tahu saja.
Di dalam museum terdapat
benda-benda yang berhubungan dengan pendidikan terutama yang digunakan pada
masa lampau dan sekarang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu juga terdapat
dokumentasi foto tentang model pembelajaran pada masa lalu dan foto-foto
menteri pendidikan mulai yang pertama. Dari semua benda-benda yang ada di
museum yang paling membuat saya tertarik adalah perlengkapan kelas dan alat
tulis yang digunakan pada sekolah zaman dahulu.
Papan tulis kapur, bangku, dan
sabak, merupakan peralatan yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan di
Indonesia mulai zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1970an. Peralatan
tersebut benar-benar mencerminkan kesederhanaan dan keterbatasan. Tetapi dari
peralatan sederhana dan penuh keterbatasan tersebut ternyata mampu mencetak
orang-orang besar yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia pada kemerdekaan.
Terkadang saya heran bagaimana
dengan segala keterbatasan itu bisa lahir orang-orang hebat. Bayangkan saja
apabila alat tulisnya hanyalah sabak dan tidak memiliki buku. Sabak yang
digunakan untuk mencatat harus dibersihkan apabila sudah penuh atau ganti mata
pelajaran. Dapat dipastikan peserta didik sama sekali tidak memiliki catatan
untuk dipelajari
di rumah. Mereka juga
tidak memiliki sumber belajar lain semial buku paket atau internet. Ketika akan
ulangan atau ujian para peserta didik hanya mengandalkan ingatan saja.
Kondisi tersebut tentunya berbeda
jauh dengan keadaan saat ini bahkan tidak berlebihan jika diibaratkan bumi
dengan langit. Sekarang dapat kita lihat sendiri betapa lengkapnya sarana untuk
belajar. Buku tulis untuk mencatat, buku paket, internet, dan semuanya mudah
didapat serta dapat dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Belum
metode mendidik yang sudah semakin berkembang, tenaga pengajar yang berkwalitas
dan dalam jimlah yang cukup, masih ditambah lagi adanya lembaga-lembaga
bimbingan belajar dengan beragam nodel.
Tetapi kenyataannya kwalitas dunia
pendidikan Indonesia saat ini masih jauh dari harapan. Tidak sedikit yang
mengatakan kwalitas pendidikan pada zaman dulu bahkan pada masa penjajahan
Belanda jauh lebih baik daripada saat ini. Sekilas sepertinya pernyataan itu
nampak tidak masuk akal dan terlalu berlebihan. Namun cobalah mari kita
renungkan bersama dan amati benar-benar wajah dunia pendidikan bangsa ini.
Jika kita hanya melihat angka-angka
atau nilai hasil ujian mungkin nampaknya pendidikan di Indonesia mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Kebetulan baru saja kemarin (Senin 16 Mei 2011)
merupakan hari pengumuman kelulusan sekaligus nilai hasil ujian nasional untuk
SMA dan semua sekolah yang sederajat.. Saya tidak tahu apakah ini juga
kebetulan bahwa ayah saya adalah guru SMA yang juga turut serta dalam rapat
kelulusan. Semua siswa di SMA tempat ayah saya mengajar bahkan seluruh SMA di
Madiun selatan tingkat kelulusannya adalah 100%.
Sudah sewajarnya sebagai seorang
guru ayah saya merasa gembira dengan hasil tersebut tetapi ternyata tidak
demikian. Ayah saya justru terheran-heran melihat nilai hasil ujian nasional.
Siswa yang rajin, pandai, dan jujur nilainya biasa-biasa saja tetapi anehnya
siswa yang bandel, malas, dan kurang pandai mendapat nilai yang luar biasa
bahkan ada yang nyaris sempurna dalam mata pelajaran Metematika(nilainya 9,75).
Bahkan beliau sempat berkata apa mungkin komputernya rusak atau salah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa guru
adalah pihak yang paling tahu kondisi sebenarnya dari peserta didik. Apabila
kita mau lebih memahami peristiwa diatas tentunya akan muncul tanda tanya tanya
besar. Belum lagi apabila ternyata nilai-nilai yang bagus ternyata diperoleh
dengan cara yang tidak semestinya. Lalu bagaimana dengan kwalitas peserta didik
yang lulus apalagi yang nilainya sangat tinggi, apakah mereka benar-benar siap
untuk terjun ke masyarakat atau melanjutkan studi.
Kejadian yang sebaliknya terjadi di
masa lalu atau zaman penjajahan. Pada masa itu tingkat kelulusan sangat rendah
dan nilainya juga rendah. Tidak naik kelas atau tidak lulus adalah fenomena yang
umun atau biasa terjadi. Selain itu banyak terjadi siswa putus sekolah karena
berbagai alas an, mulai dari dinikahkan sampai harus membantu orang tua di
sawah.
Dari sedikit uraian diatas tentunya
kita punya sedikit gambaran bagaimana sulitnya lulus sekolah pada zaman dahulu.
Tetapi tingkat kesulitan yang tinggi tersebut justru menyebabkan tingginya
kwalitas pesrta didik yang lulus. Mereka yang lulus adalah peserta didik yang
benar-benar mampu dan layak untuk lulus. Selain itu hampir dapat dipastikan
mereka yang lulus benar-benar adalah yang memiliki komitmen serta kemauan keras
untuk belajar.
Perbandingan yang telah dipaparkan
diatas harusnya menjadi bahan renungan kita semua. Sudah benarkah arah
pendidikan Indonesia saat ini ? Akan dibawa kemana pendidikan Indonesia di masa
yang akan datang ? Pendidikan adalah amanat Undang-Undang dasar, selain itu
pendidikanlah yang menentukan kwalitas sebuah bangsa dan negara. Semoga kedepan
pendidikan di Indonesia semakin membaik dan Indonesia tidak diremehkan lagi di
mata dunia.
(tulisan ini awalnya
dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan dan sudah
pernah diublikasikan dalam catatan facebook penulis)
0
komentar |