Posted on Sabtu, 31 Maret 2012 Mahasiswa kelas menengah masyarakat Indonesia


Mahasiswa, Kelas Menengah Masyarakat Indonesia yang Selalu (Dianggap) Menjadi Musuh Penguasa
Oleh Dhani Kurniawan*

Beberapa hari terakhir ini pemberitaan di berbagai media baik cetak maupun elektronik selalu dihiasi dengan pemberitaan tentang mahasiswa. Mahasiswa di berbagai daerah menggelar unjuk rasa menentang rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Aksi mahasiswa ini nampaknya memberikan kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah. Terlebih lagi banyak aksi mahasiswa yang mulai menjurus pada tindakan kekerasan yang tidak terkendali.
Aksi mahasiswa memang bukan hal baru di negeri ini. Hampir semua rezim pemerintahan di Indonesia pernah merasakan dahsayatnya aksi-aksi mahasiswa. Bahkan rezim orde baru yang begitu kuat ternyata bisa ditumbagkan oleh mahasiswa. Sebagi kelas menengah masyarakat Indonesia yang mendapatkan akses pendidikan yang cukup baik memang memungkinkan mahasiswa menjadi pihak yang paling peka terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Selain itu mahasiswa pada umumnya masih memiliki idealisme yang cukup tinggi. Mereka belum terikat oleh pangkat, kedudukan, jabatan, gaji, dan fasilitas-fasilitas lain yang mampu menunjang kehidupan.
Sebagian orang asing beranggapan bahwa mahasiswa adalah kelas menengah masyarakat Indonesia, musuh negara yang paling susah diatur. Anggapan itu diungkappan cukup jelas dalam sebuah video dokumenter tentang aksi mahasiswa 1998 oleh pihak asing. Walaupun demikian dalam video tersebut tidak nampak kecenderungan mereka lebih berpihak kepada pemerintah Indonesia. Bahkan video tersebut didedikasikan sebagai sebuah penghargaan terhadap para mahasiswa.
Mahasiswa sebenarnya punya tujuan baik yaitu membela kepentingan rakyat. Mereka bukan musuh negara dan tidak selalu mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah yang berkuasa. Mahasiswa hanya merasa bertanggungjawab ikut mengawal kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Ketika kebijakan yang diambil pemerintah tidak memihak kepentingan rakyat mereka merasa perlu untuk melakukan aksi. Aksi mahasiswa sebenarnya juga tidak selalu berwujud demo. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Namun ketika cara-cara yang halus dan birokratis tidak berhasil demo merupakan pilihan terakhir.
Permasalahan sebenarnya adalah mahasiswa dengan semangat yang berkobar-kobar riskan ditunggangi kepentingan kelompok tertentu. Terlebih lagi ketika ada momentum seperti saat ini merupakan kesempatan yang bagus bagi pihak-pihak yang sudah lama ingin menumbangkan pemerintah yang berkuasa. Mahasiswa sebagai golongan terdidik yang menjadi harapan masyarakat Indonesia nampaknya memang harus lebih berhati-hati dalam setiap gerakan-gerakannya. Jangan sampai tujuan mulia mereka membela kepentingan rakyat justru dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu.
Mrican, Yogyakarta, 30 Maret 2012
10.29 wib
*Penulis adalah mahasiswa pendidikan sejarah semester empat di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Tulisan ini dipersembahkan kepada para mahasiwa yang berjuang untuk kepentingan rakyat,  juga kepada rakyat Indonesia yng sudah terlalu banyak menderita.


Posted on Kamis, 29 Maret 2012 Ketika Mahasiswa Harus Menulis


Ketika Mahasiswa Menulis Harus Menulis

Oleh Dhani Kurniawan

Mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran ke dalam sebuah tulisan ternyata memang sulit jika belum terbiasa. Sebenarnya sudah lama aku ingin bisa mengungkapkan dan mengabadikan apa yang ada di dalam kepalaku ke dalam tulisan. Aku sadar sehebat apapun sebuah pemikiran jika hanya disimpan dalam kepala sendiri apa artinya ? Mungkin memang bisa juga mengungkapkannya dalam perkataan kepada orang lain tetapi waktu membuktikan tulisan lebih abadi daripada sekedar ungkapan lisan yang tak pernah tercatat.
Akhir-akhir ini aku berulang kali mencoba menuangkan pikiranku ke dalam tulisan tetapi setidaknya ada dua masalah yang aku temui. Masalah pertama adalah kurangnya pengetahuanku tentang apa yang akan aku tulis ditambah lagi aku belum bisa menjadi seorang yang bisa begitu gigih dalam mencari dan menggali pengetahuan, Kedua sering kali ketika aku mulai menulis apa yang aku tulis menjadi berbeda dengan apa yang tadinya ada di dalam pikiranku. Meskipun begitu aku akan terus mencoba untuk menulis walaupun aku tidak tahu disebut apakah tulisan-tulisanku kelak.
Sebagai seorang yang mempelajari sejarah aku tahu begitu pentingnya tulisan. Ketika aku belajar mengenai sejarah bangsaku aku terkadang sedih mengapa tulisan yang harus aku baca justru bukan ditulis oleh bangsaku sendiri. Bagaimana mungkin mereka orang-orang asing lebih tahu perihal kehidupan bangsaku di masa lalu daripada bangsaku sendiri saat ini. Aku lebih sedih lagi tatkala melihat yang menjadi sumber dari tulisan-tulisan mereka hampir semuanya merupakan dokumen-dokumen yang ditulis bangsa asing dalam rangka melaksanakan penjajahan di negeriku ini. Kejadian ini banyak sekali aku temui terutama peenulisan sejarah yang berkaitan dengan sebuah masa dimana negeriku dibawah pengaruh atau lebih tepatnya dijajah bangsa asing.
Sayangnya berdasarkan pengamatanku sampai saat ini masih banyak orang di negeriku yang belum begitu menyadari pentinya menulis. Bahkan di lingkungan pendidikan tinggi menulis masih dianggap sebagai sebuah beban atau tugas akademis semata. Pihak Universitas tempatku berkuliah akhir-akhir ini nampaknya begitu bersemangat mendorong mahasiswa untuk mengahsilkan karya tulis. Tetapi ternyata pihak Universitas sendiri belum siap secara keseluruhan dalam menciptakan suasana yang mendorong lahirnya karya tulis yang berkualitas.
Beberapa teman saya pernah punya pengalaman yang kurang menyenangkan ketika berniat untuk membuat karya tulis. Sosialisasi yang kurang serta para pegawai administrasi yang kurang mendukung menyebabkan semangat untuk menulis yang tadinya begitu menggebu-gebu menjadi down. Kalau akhir-akhir ini para petinggi Universitas ini berkoar-koar mendorong mahasiswanya untuk menulis aku tidak yakin apa sebenarnya yang mereka inginkan. Sepertinya mereka punya tujuan praktis menyangkut nama besar dan peringkat Universitas.
Mrican, Yogyakarta 17 Maret 2012
23.22 wib

Posted on Kamis, 22 Maret 2012 Tahun Baru Islam


Peringatan Tahun Baru Islam
Oleh Dhani Kurniawan

Islam di Indonesia mimiliki corak tersendiri yang berbeda dengan Islam di negara asalnya (Arab Saudi). Perbedaan ini disebabakan Islam di Indonesia terpengaruh oleh kebudayaan yang terlebih dahulu ada di Indonesia. Pengaruh budaya terdahulu bahkan terkadang sengaja dimunculkan oleh sebagian penyebar Islam. Tindakan tersebut pada awalnya dimaksudkan untuk mempermudah dakwah agama Islam. Namun dalam perjalanannya budaya lama malah bercampur dengan ajaran Islam dan menjadi suatu warna tersendiri. Salah satu akibat percampuran tersebut  terlihat pada perayaan tahun baru Islam yang dijadikan satu dengan tahun baru Jawa.
Selama ini awal perhitungan tahun Jawa berlandaskan kisah kedatangan Aji Saka ke tanah Jawa pada tahun 78 Masehi. Tentang kisah kedatangan Aji Saka terdapat beberapa versi. Tetapi dari beberapa versi tersebut setidaknya memiliki dua persamaan. Pertama kedatangan Aji Saka digunakan sebagai awal perhitungan tahun Jawa. Kedua kedatangan Aji Saka menandai berakhirnya masa pra sejarah di tanah Jawa dengan lahirnya aksara Jawa. Kisah-kisah tentang kedatangan Aji Saka kemungkinan besar hanya merupakan simbolisasi untuk mempermudah mengingat awal perhitungan tahun Jawa dan huruf Jawa[1]
Sampai pada tahun 1554 Saka perhitungan tahun saka didasarkan pada peredaran Matahari. Namun Sultan Agung penguasa kesultanan Mataram mengubah dasar peritungan berdasarkan peredaran bulan. Semenjak saat itu peringatan tahun baru Jawa menjadi berbarengan dengan tahun baru Islam. Tindakan Sultan Agung tersebut selain untuk menyebarkan pengaruh Islam juga bernuansa politik. Dengan mengubah kalender Saka menjadi Kalender Jawa yang berdasarkan sistem peredaran bulan seperti tahun Hijriyah Sultan Agung bermaksud memusatkan kekuasaan agama pada dirinya sesuai dengan gelar yang dia sandang (Sayidin Panatagama Kalifatullah Ing Tanah Jawa).[2]
Sampai saat ini di kerajaan-kerajaan pecahan dinasti Mataram peringatan pergantian tahun baru Jawa sekaligus tahun baru Islam masih dirayakan dengan ritual-ritual yang tidak terdapat dalam ajaran Islam. Di keraton Yogyakarta malam satu Suro atau satu Muharram diisi dengan acara kirab mengelilingi benteng keraton sementara di Keraton Surakarta ada kirab dengan “Cucuk Lampah” atau didahului oleh Kebo Kyai Slamet. Antusiasme masyarakat selalu tinggi dalam acara-acara tersebut. Ngalab berkah biasanya menjadi motivasi utama sebagian besar masyarakat.[3] Apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya ritual-ritual tersebut tidak lepas dari tujuan legitimasi kekuasaan oleh pihak keraton(kerajaan).
Sementara menurut pandangan ajaran Islam Muharram Adalah Bulan Yang Mulia. Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At-Taubah : 36)
Imam Ath-Thabari berkata, “Bulan itu ada dua belas, 4 diantaranya merupakan bulan haram (mulia), dimana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliakannya. Mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut. Sampai seandainya ada seseorang bertemu dengan orang yang membunuh ayahnya maka dia tidak akan menyerangnya. Bulan yang empat itu adalah Rajab Mudhor, dan tiga bulan berurutan, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dengan ini nyatalah khabar-khabar yang disabdakan oleh Rasulullah ”. Kemudian At-Thabari meriwayatkan beberapa hadits, diantaranya hadits dari sahabat Abu Bakrah , yang diriwayatkan Imam Bukhari (no. 4662), Rasulullah  bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dan sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan haram, pertamanya adalah Rajab Mudhor, terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban, kemudian Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram” (Jami’ul Bayan 10/124-125)
Qotadah berkata, “Amalan shalih pada bulan haram pahalanya sangat agung dan perbuatan dhzalim di dalamnya merupakan kedhzaliman yang besar pula dibanding pada bulan selainnya, walaupun yang namanya kedhzaliman itu kapanpun merupakan dosa yang besar” (Ma’alimut Tanzil 4/44-45)
Pada bulan Muharram ini terdapat hari yang pada hari itu terjadi peristiwa yang besar dan pertolongan yang nyata, menangnya kebenaran mengalahkan kebathilan, dimana Allah Ta’ala telah menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis sallam dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Hari tersebut mempunyai keutamaan yang agung dan kemuliaan yang abadi sejak dulu. Dia adalah hari kesepuluh yang dinamakan Asyura. (Durusun ‘Aamun, Abdul Malik Al-Qasim, hal.10)[4]
            Dalam ajaran Islam tidak ada tuntunan khusus memperingati malam pergantian tahun apalagi sampai perayaan besar-besaran. Di Arab Saudi peringatan tahun baru Islam diisi hanya dengan acara doa bersama bahkan di hari tahun baru sekolah tetap masuk.[5] Sementara untuk di Indonesia khususnya di Jawa adanya perayaan menyambut tahun baru Islam tidak lepas dari pengaruh kebudayaan lokal yang memberikan warna tersendiri bagi Islam di Indonesia.


[1] Herusatoto Budiono.2001:Simbolisme dalam Buaya Jawa.Yogyakarta.Hanindita Graha Widia.
[2] Siti Maziyah dan Purwadi.                :Horoskop Jawa.Yogyakarta.Media Abadi.
[3] Suryo S.Negoro
(Di-edit dari buku: “Upacara Tradisional dan Ritual Jawa” terbitan tahun
2001 oleh penulis yang sama). Diunduh darihttp://jagadkejawen.com/id/upacara-ritual/perayaan1suro
[4] http://www.mediasalaf.com/aqidah/bulan-muharram-dalam-islam/
[5] http://www.detiknews.com/read/2011/11/26/214509/1776390/10/tahun-baru-islam-pelajar-di-saudi-tetap-sekolah

Posted on Kamis, 22 Maret 2012 kuliah umum


Kuliah Umum
Oleh Dhani Kurniawan

            Hari ini sengaja saya tidak mengikuti kuliah penelitian kuantitaif. Saya memilih membolos kuliah untuk mengikuti acara yang diselenggarakan oleh FIS Trans Institut, acara tersebut bisa dikatakan semacam kuliah umum. Tema yang diangkat dalam acara tersebut yaitu “Proses Modernisasi dan Konstruksi Identitas di Asia Tenggara. Saya pernah dengar dari dosen saya bu Rhoma bahwa beliau yang membuat atau mengusulkan tema tersebut. Acara tersebut menghadirkan dua pembicara yaitu dari FIS Dr. Suharno dan dari Michigan University Dr. Charley Sullivan.
            Saya datang ke acara tersebut agak terlambat, ketika sampai di lantai dua gedung dekanat FIS  ternyata telah terjadi antrian peserta yang ingin mengikuti acara tersebut. Pada saat saya ikut mengantri antrean sudah cukup panjang dan saya tidak tahu mengapa bisa terjadi seperti itu. Setelah mengantri selama mungkin sekitar 10-20 menit akhirnya pada pukul 09.29 saya bisa memasuki ruangan. Ketika memasuki ruangan saya lihat sekilas tempat duduk sudah penuh bahkan di bagian belakang banyak peserta yang duduk dilantai. Saya beruntung ternyata masih ada tempat dudk kosong di dekat rekan saya Oktandi yang sudah lebih dahulu ada di runagn tersebut.
            Ketika saya memasuki ruangan ternyata pembicara dari luar belum datang dan yang waktu itu menyampaikan materi adalah Dr. Soeharno. Saya tidak mengikuti presentasi beliau dari awal karena saya memang datang terlambat, tetapi saya sedikit menangkap beliau berbicara tentang keberagaman yang ada di Indonesia. Menurut beliau pemerntah orde baru pernah melakukan kesalahan dengan menerapkan politik monokultural. Beliau memberikan contoh kasus rusaknya sistem nagari dan kosasi karena dipaksa menjadi sama seperti desa di Jawa. Menurut beliau akibat kebijkan pemerintah tersebut justru merusak kearifan lokal yang dulu mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara adat.
            Dr. Suharno juga menyoroti kekeliruan pemerintah dalam mengatasi konflik yang terjadi karena keberagaman masyarakat Indonesia. Menurut beliau penyeragaman bukan solusi yang tepat. Kalaupun ada yang berpendapat konflik malah banyak banyak terjadi setelah orde baru  bukan berarti orde baru lebih berhasil. Konflik-konflik yang terjadi pada masa pasca orde baru sebenarnya merupakan warisan terpendam dari masa orde baru. Menurut beliau pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih baik untuk menyelesiakan konflik. Pemerintah Kotim Kalimantan Timur menurut beliau telah memberlakukan perda yang tepat dalam menyikapi terjadi konflik antara Dayak dengan Madura.
            Ketika Dr. Suharno sudah hampir selesai menyampaikan materi baru pembicara dari luar tiba di ruangan acara tersebut berlangsung saat itu saya lihat jam di hp saya menunjukkan pukul 09.40 wib. Pembicara dari luar yaitu Dr. Charley Sullivan dari Micighan Universiti Amerika merupakan seorang dosen sejarah. Beliau memiliki perawakan tinggi, agak gemuk, rambut dan jenggotnya telah memutih serta mengenakan kacamata. Saya melihat Dr. Charley memiliki perawakan yang menurut lebih seperti pegulat yang kekar. Sebelum menyampaikan materi beliau mengkonfirmasi bahwa ternyata beliau belum resmi menyandang gelar doctor karena studi S3nya masih belum rampung.
            Charley menyatakan pada masa kecilnya pernah tinggal selam tiga tahun di Indonesia. Menurut beliau apa yang ditulis orang barat tentang Indonesia tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya waktu tinggal di Indonesia. Beliau awalnya mengatakan belum terlalu mahir berbahasa Indonesia tetapi ternyata mampu menyampaikan materi dengan cukup baik dalam bahasa Indonesia.
            Beliau mengawali dengan pembahasan “Kartini and the Modern World.” Kartini dlam surat-suratnya menyatakan keinginanya menjadi wanita modern. Kartini saat itu juga sudah dianggap sebagai wanita pribumi yang pemikirannya telah melampaui zamannya. Beliau kemudian berbicara tentang modernity dn tiba-tiba teringat pada masa kecinya di Indonesia pernah melihat pohon besar diberi makan secara rutin.
            Beliau menyatakan ada tiga alat menuju modernisasi yaitu sensus, peta dan museum. Pendapat ini menurut saya sangat unik, berbeda dengan pendapat-pendapat yang sebelumnya saya dengar tentang bagaimana menuju modernisasi. Beliau memaparkan bahwa pada tahun 1700an di Bnaten telah diselenggarakan sensus. Tetapi belum bisa dikatakan sensus modern karena hanya memperhatikan kalangan tertentu yaitu para bangsawan dan abdi dalemnya.
            Menurut beliau sensus di Filipina dibawah kolonialime Amerika pada tahun 1903 sudah dapat dikatakan sensus modern karena lebih menyeluruh. Pada masa itu pula muncul ide bahwa orang kulit putih harus memajukan orang kulit coklat. Pada saat itu pendudk dimasukkan ke dalam dua kelompok besar yaitu kristen dan non kristen. Smentara itu sensus yang dilakukan Belanda di Hindia Belanda(Indonesia) lebih mneggolongkan penduduk dari aspek kebangsaaan. Penduduk di Hindia Belanda digolonggkan menjadi tiga yaitu Eropa, pendatang dari Asia/Timur Asing dan Pribumi atau yang pada waktu itu disebut Inlander. Pada saat menyampaikan materi beliau juga sempat menyatakan bahwa bahasa Indonesia sulit, walaupun menurut saya bahasa Indonesianya cukup baik, beliau bahkan menyatakan mulai nelajar bahasa Jawa.
            Beliau lalu membahas tentang peta, menurutnya peta Surakarta yang dibuat Belanda sekitar tahun 1938 hanya memperhatikan tempat-tempat penting bagi Belanda, misalnya Keraton ,tempat pasukan Belanda, dan sebagainya. Diperlihatkan pula adanya pemikiran orang Jawa tentang garis lurus antara laut selatan sampai ke Merapi. Beliau meyatakan sampai saat ini masyarakat masih mempercayai situs-situs keramat dan diperlihatkan pula rajah Kalacakra yang mengandung unsur Hindu-Budha dan Islam.
            Selanjutnya belia membicarakan tentang pakaian yang menurutnya pada masa Belanda merupakan suatu identitas yang kuat. Beliau menunjukkan seorang pembesar pribumi dan seorang pembesar Belanda dengan pakaian kebesarannya masing-masing. Beliau kemudian menunjukkan pula sebuah majalah Indonesia tahun 1950 yang menapilkan wanita Indonesia dengan pakian barat. Menurutnya pada masa tersebut orang Indonesia berusaha mencari identitas dirinya Orang Indonesia mulai berpikir siapa sebanarnya meraka, orang Indonesia juga ingin menjadi modern tetapi tidak menjadi barat. Beliau juga menunjukkan senbuah halaman dari majalah Jawa tahun 1940an yang menrangkan cara membuat pakai dalam wanita, semacam BH agar masyarakat bisa membuatnya sendiri karena waktu itu untuk membeli masih sulit karena jarang yang menjual.
            Setalah penyampaian materi selesai kemudian dimulailah sesi diskusi. Saya sudah tidak bisa menuliskan lagi jalannya acara yang diselenggarakan di ruang Ki Hajar tersebut karena saya sudah tidak konsentrasi. Saya sudah merasa lelah dan memilih mengobrol dengan rekan disamping saya. Tetapi saya masih ingat kalau tidak salah ada beberapa dosen dan mahasiswa yang mengajukan pertanyaan pada pemateri. Khirnya pada pukul 10.55 wib saya metuskan keluar ruangan walaupun sebenarnya acara belum selesai karena saya harus mengikuti kuliah Prespektif Global.
Mrican, Yogyakarta, 21 Maret 2012
Pukul 21.38 wib 

Posted on Selasa, 20 Maret 2012 Madiun 1948 ?


Peristiwa Madiun 1948, Sebuah Pemberontakan ?
Oleh Dhani Kurniawan

Madiun adalah sebuah kota kecil yang terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur. Sebagai kota kecil tidak banyak orang yang mengetahui keberadaannya. Akan tetapi  dalam sejarah nama Madiun cukup terkenal dengan adanya peristiwa 1948. Penulisan sejarah pada masa orde baru selalu mengatakan bahwa peristiwa Madiun adalah pemberontakan yang harus ditumpas.  Bahkan masyarakat di luar Madiun tak jarang memberikan lebel PKI bagi orang-orang Madiun hanya karena mereka “orang Madiun.”
            Setelah tumbangnya orde baru penulisan sejarah menjadi lebih berwarna. Banyak bermunculan persepsi yang berbeda tentang peristiwa Madiun. Bahkan beberapa penulis/sejarawan asing turut ambil bagian. Terlepas dari bagaimana jalan sejarah yang sebenarnya peristiwa tersebut cukup membekas di benak Masyarakat Madiun. Banyak penduduk Madiun yang ikut menjadi korban.
            Peristiwa tersebut memakan korban kalangan rakyat biasa, militer dan pejabat. Bahkan Gubernur Jawa Timur saat itu RM. Suryo turut menjadi korban. Tentang jalannya peristiwa tersebut David Charles Anderson dalam bukunya yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia “Kudeta Madiun 1948” mengatakan
Peristiwa Madiun yang terjadi pada 18 September 1948, paling tepat bila dipahami sebagai suatu krisis internal politik militer, dan bukan suatu kegagalan upaya kaum kiri dalam menguasai jalannya revolusi di Indonesia secara keseluruhan, sesuatu yang seringkali digambarkan dari sudut pandang nasional dan internasional. Pertikaian antara kesatuan-kesatuan yang terdiri dari orang-orang Jawa di pedalaman, yang menuntut dipertahankannya ketentaraan rakyat yang populis, dan komando tertinggi, yang senantiasa berusaha menempatkan kesatuan-kesatuan yang ada di lapangan di bawah kontrol pusat secara efektif adalah permasalahan-permasalahan utama yang terjadi sebelum meletusnya peristiwa Madiun yang kemudian berlanjut pada masa-masa setelah pengakuan kedaulatan.
Apa yang tertulis diatas sangat bertolak belakang dengan yang selama ini dituliskan dalam sejarah resmi terutama pada masa orde baru. Penyebutan peristiwa PKI Madiun dengan istilah pemberontakan PKI Madiun agaknya memang berlebihan. Namun semenjak runtuhnya orde baru perisrtiwa tersebut tidak lagi disebut pemberontakan melainkan peristiwa Madiun atau Madiun Affair.
            Soemarsono seorang pemuda pelaku dua peristiwa penting di Indonesia yaitu peristiwa 10 November di Surabaya dan peristiwa PKI di Madiun memberikan kesaksian yang juga berbeda dengan versi sejarah resmi. Dia mengatakan peristiwa Madiun bukanlah pemberontakan melainkan usaha mempertahankan diri karena orang-orang PKI dalam keadaan terjepit. Bahkan ada yang menyatakannya peristiwa PKI di Madiun tidak lepas dari intervensi asing terutama Amerika yang sangat menentang adanya ideologi kumunis. Memang masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mengungkap peristiwa tersebut tetapi setidaknya ada satu hal yang tak terbantahkan yaitu banyak orang terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Sumber Bacaan
Adam Asvi Varman.2007.Seabad Kontroversi Sejarah.Yogyakarta:Ombak.
Anderson David Charles.2008.Kudeta Madiun 1948.Jakarta:MedPress.
Setiawan Hersri.2002.NEGARA MADIUN ? Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan.                         :Fuspad.

Posted on Senin, 19 Maret 2012 Pendidikan Indonesia, Dulu, Kini dan Nanti

Wajah Pendidikan Indonesia
Oleh Dhani Kurniawan

 Bebarapa hari yang lalu tepatnya Jumat 13 Mei 2011 saya dan rekan-rekan sekelas mengunjungi museum pendidikan Indonesia ang ada di kampus UNY. Kunjungan kami tersebut merupakan tindak lanjut dari tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan. Sebenarnya itu bukan pertama kalinya saya berkunjung ke museum pendidikan Indonesia. Sebelumnya saya pernah ke tempat tersebut bersama Iskandar tetapi tidak dalam rangka tugas apapun melainkan karena sekedar memenuhi hasrat ingin tahu saja.
            Di dalam museum terdapat benda-benda yang berhubungan dengan pendidikan terutama yang digunakan pada masa lampau dan sekarang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu juga terdapat dokumentasi foto tentang model pembelajaran pada masa lalu dan foto-foto menteri pendidikan mulai yang pertama. Dari semua benda-benda yang ada di museum yang paling membuat saya tertarik adalah perlengkapan kelas dan alat tulis yang digunakan pada sekolah zaman dahulu.
            Papan tulis kapur, bangku, dan sabak, merupakan peralatan yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia mulai zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1970an. Peralatan tersebut benar-benar mencerminkan kesederhanaan dan keterbatasan. Tetapi dari peralatan sederhana dan penuh keterbatasan tersebut ternyata mampu mencetak orang-orang besar yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia pada kemerdekaan.
            Terkadang saya heran bagaimana dengan segala keterbatasan itu bisa lahir orang-orang hebat. Bayangkan saja apabila alat tulisnya hanyalah sabak dan tidak memiliki buku. Sabak yang digunakan untuk mencatat harus dibersihkan apabila sudah penuh atau ganti mata pelajaran. Dapat dipastikan peserta didik sama sekali tidak memiliki catatan untuk dipelajari
di rumah. Mereka juga tidak memiliki sumber belajar lain semial buku paket atau internet. Ketika akan ulangan atau ujian para peserta didik hanya mengandalkan ingatan saja.

            Kondisi tersebut tentunya berbeda jauh dengan keadaan saat ini bahkan tidak berlebihan jika diibaratkan bumi dengan langit. Sekarang dapat kita lihat sendiri betapa lengkapnya sarana untuk belajar. Buku tulis untuk mencatat, buku paket, internet, dan semuanya mudah didapat serta dapat dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Belum metode mendidik yang sudah semakin berkembang, tenaga pengajar yang berkwalitas dan dalam jimlah yang cukup, masih ditambah lagi adanya lembaga-lembaga bimbingan belajar dengan beragam nodel.
            Tetapi kenyataannya kwalitas dunia pendidikan Indonesia saat ini masih jauh dari harapan. Tidak sedikit yang mengatakan kwalitas pendidikan pada zaman dulu bahkan pada masa penjajahan Belanda jauh lebih baik daripada saat ini. Sekilas sepertinya pernyataan itu nampak tidak masuk akal dan terlalu berlebihan. Namun cobalah mari kita renungkan bersama dan amati benar-benar wajah dunia pendidikan bangsa ini.
            Jika kita hanya melihat angka-angka atau nilai hasil ujian mungkin nampaknya pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kebetulan baru saja kemarin (Senin 16 Mei 2011) merupakan hari pengumuman kelulusan sekaligus nilai hasil ujian nasional untuk SMA dan semua sekolah yang sederajat.. Saya tidak tahu apakah ini juga kebetulan bahwa ayah saya adalah guru SMA yang juga turut serta dalam rapat kelulusan. Semua siswa di SMA tempat ayah saya mengajar bahkan seluruh SMA di Madiun selatan tingkat kelulusannya adalah 100%.
            Sudah sewajarnya sebagai seorang guru ayah saya merasa gembira dengan hasil tersebut tetapi ternyata tidak demikian. Ayah saya justru terheran-heran melihat nilai hasil ujian nasional. Siswa yang rajin, pandai, dan jujur nilainya biasa-biasa saja tetapi anehnya siswa yang bandel, malas, dan kurang pandai mendapat nilai yang luar biasa bahkan ada yang nyaris sempurna dalam mata pelajaran Metematika(nilainya 9,75). Bahkan beliau sempat berkata apa mungkin komputernya rusak atau salah.
            Tidak bisa dipungkiri bahwa guru adalah pihak yang paling tahu kondisi sebenarnya dari peserta didik. Apabila kita mau lebih memahami peristiwa diatas tentunya akan muncul tanda tanya tanya besar. Belum lagi apabila ternyata nilai-nilai yang bagus ternyata diperoleh dengan cara yang tidak semestinya. Lalu bagaimana dengan kwalitas peserta didik yang lulus apalagi yang nilainya sangat tinggi, apakah mereka benar-benar siap untuk terjun ke masyarakat atau melanjutkan studi.
            Kejadian yang sebaliknya terjadi di masa lalu atau zaman penjajahan. Pada masa itu tingkat kelulusan sangat rendah dan nilainya juga rendah. Tidak naik kelas atau tidak lulus adalah fenomena yang umun atau biasa terjadi. Selain itu banyak terjadi siswa putus sekolah karena berbagai alas an, mulai dari dinikahkan sampai harus membantu orang tua di sawah.
            Dari sedikit uraian diatas tentunya kita punya sedikit gambaran bagaimana sulitnya lulus sekolah pada zaman dahulu. Tetapi tingkat kesulitan yang tinggi tersebut justru menyebabkan tingginya kwalitas pesrta didik yang lulus. Mereka yang lulus adalah peserta didik yang benar-benar mampu dan layak untuk lulus. Selain itu hampir dapat dipastikan mereka yang lulus benar-benar adalah yang memiliki komitmen serta kemauan keras untuk belajar.
            Perbandingan yang telah dipaparkan diatas harusnya menjadi bahan renungan kita semua. Sudah benarkah arah pendidikan Indonesia saat ini ? Akan dibawa kemana pendidikan Indonesia di masa yang akan datang ? Pendidikan adalah amanat Undang-Undang dasar, selain itu pendidikanlah yang menentukan kwalitas sebuah bangsa dan negara. Semoga kedepan pendidikan di Indonesia semakin membaik dan Indonesia tidak diremehkan lagi di mata dunia.
(tulisan ini awalnya dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan dan sudah pernah diublikasikan dalam catatan facebook penulis) 

Posted on Senin, 19 Maret 2012 Negara dan Pendidikan


Negara dan Pendidikan
Oleh Dhani Kurniawan
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia, yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …..”
(petikan sebagian alenia empat pembukaan UUD 1945)
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian UUD 1945 yang tidak boleh diutak-atik, merubahnya berarti merubah landasan negara Indonesia merdeka yang dicita-citakan para pendahulu bangsa. Para pendiri bangsa nampak sadar betul akan pentingnya pendidikan sehingga menjadikannya sebagai salah satu tujuan negara Indonesia merdeka. Mereka sadar bahwa Indonesia bisa dijajah begitu lama oleh bangsa asing terutama karena rendahnya pendidikan bangsa Indonesia saat itu.
Sebagai dasar hukum tertinggi setelah Pancasila sudah seharusnya tidak ada peraturan perundangan di bawah pembukaan UUD 1945 yang tidak sejalan apalagi bertentengannya. Namun nampaknya kian hari pemerintah yang berkuasa membuat peraturan perundangan yang semakin mengaburkan tanggungjawabnya menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas demi  tercapainya masyarakat Indonesia yang cerdas.  Misalnya UU no 20 tahun 2003 pasal 46 ayat 1 yang berbunyi “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.” Padahal pemangku utama kewajiban melaksanakan pendidikan adalah pemerintah jadi yang seharusnya bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan adalah pemerintah baik pusat maupun daerah. Undang-undang yang seperti itu memunculkan adanya celah bagi pemerintah untuk melepas tanggungjawab pendanaan pendidikan karena pendaan pendidikan dianggap tanggungjawab bersama dengan masyarakat.
Pemerintah seharusnya tidak mengkhianati cita-cita luhur dari para pendiri negara Indonesia yang merdeka. Selain itu penyelengaraan pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sulit tercapai tanpa upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Padahal semakin hari pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang teramat penting. Pendidikan juga erat kaitannya dengan kemajuan bangsa. Terlebih lagi dewasa ini kita semua telah memasuki era globalisasi dimana persaingan antar negara akan menjadi semakin keras.  
Mrican, Yogyakarta,
 Sabtu 17 Maret 2012
13.53 wib

Posted on Jumat, 16 Maret 2012 TV dan Parpol


Stasion TV Swasta Nasional dan Partai Politik
Oleh Dhani Kurniawan
Pemilu memang baru akan diselenggarakan pada tahun 2014 namun saat ini sudah banyak pihak yang melakukan “kampanye terselubung.” Televisi merupakan media yang cukup bagus untuk berkampanye di mengingat tingginya jam menonton TV orang Indonesia. Padahal UU no 32 tahun 2002 tenteng penuaran belum memberikan kejelasan mekanisme pemanfaatan media yang menggunakan frekwensi publik untuk kepentingan poltik sebagaimana diutarakn pengamat Pengamat Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto dalam Koranbogor.com.
Kondisi tersebut sebenarnya sangat berbahaya. Terlebih lagi jika kita lihat sekarang ada stasion TV swasta nasional yang memiliki hubungan yang erat dengan parpol. Setidaknya ada dua stasiun TV swasta yang begitu vokal mengkritik pemerintah memiliki hubungan dengan ketua partai politik. Mereka adalah Surya Paloh selaku ketua partai Nasional Demokrat dengan Metro TV dan Abu Rizal Bakrie selaku ketua partai GOLKAR denganTV One. Menjelang pemilu dikhawatirkan pemberitan pada kedua stasiun TV swasta nasional tersebut akan semakin ditungggangi kepentingan politik.
KPI sebagai lembaga yang berwenang dalam pertelevisian yang diharapkan mampu melakukan kontrol terhadap muatan tayangan televisi justru seolah tidak berdaya. Belajar dari kasus acara TV Empat Mata kita bisa melihat bahwa tayangan tersebut bisa dengan mudah kembali tayang hanya dengan menambahkan kata “BUKAN” dalam judul tayangannya. Padahal dilihat dari substansi acara tersebut benar-benar sama dengan EMPAT MATA yang sudah diputuskan diberhentikan tayngannya oleh KPI. Fakta ini membuktikan bahwa sampai saat ini belum ada lembaga yang benar-benar mampu mengontrol tayngan-tayangan televisi.
Adanya perusahaan korporasi yang memiliki lebih dari satu TV sawasta nasional juga semakin memperburuk keadaan. Sebagaimana kita ketahui ada MNC group yang menaungi RCTI, MNC TV, dan GLOBAL TV, ada lagi TransCrop yang menaungi Trans7 dan TransTV. Bahkan saat ini semakin terlihat bahwa MNC group sudah memiliki kedekatan dengan partai Nasdem. Fenomena ini bukan hanya menimbulkan kampanye yang tidak adil tetapi lebih berbahaya lagi bahwa pemberitaan yang mereka lakukan bisa mempengaruhi opini publik sehingga menjadi sebuah “kampanye terselubung.”
Rabu, 14 Maret 2012

Posted on Kamis, 15 Maret 2012 Historiografi Eropa Abad Pertengahan


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Historiografi
“Historiografi Eropa Abad Pertengahan”

Description: Description: Description: Description: Description: Description: H:\UNY (1).JPG
Disusun oleh
Dhani Kurniawan        10406241003
Nanidar Nur J             10406241028

Prodi Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2012


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Historiografi merupakan telaah tentang teknik-teknik yang dipergunakan sejarawan secara perseorangan.[1] Teknik penulisan sejarah pada kenyataannya sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zaman sejarah itu ditulis. Perkembangan penulisan sejarah di  Eropa menunjukkan bahwa benua tersebut pernah mengalami masa-masa suram dalam perkembangan ilmu pengetahuan termasuk penulisan sejarah.
            Kebudayan Yunani-Romawi yang bertumpu pada kekuatan akal dianggap hasil dari setan karenanya harus ditolak dan digantikan dengan kebudayaan kristen yang bertumpu pada agama dan supernatural.[2] Kondisi tersebut menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemandekan bahkan kemunduran. Eropa mengalami zaman tersebut cukup lama yaitu sekitar seribu tahun. Orang-orang pada masa selanjutnya sering menyebutnya sebagai zaman kegelapan.
            Eropa kemudian mulai menyadari kekeliruannya berkat persinggungannya dengan kebudayaan lain yang ternyata jauh lebih tinggi. Selanjutnya Eropa berubah menjadi sebuah benua dengan kebudayaan yang paling tinggi dan menonnjol. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa tidak ada bangsa atau ras super di dunia ini. Semua orang semua bangsa memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik tak tekecuali bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
a.       Bagaimana masuknya Eropa ke zaman abad pertengahan ?
b.      Apa ciri-ciri khusus historiografi Eropa abad pertengahan ?
c.       Seperti apakah pemikiran, tokoh dan karya historiografi Abad Pertengahan

Tujuab dan Manfaat
a.       Memenuhi salah satu tugas mata kuliah historiografi.
b.      Memeberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya tentang historiografi Eropa abad pertengahan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Munculnya Abad Pertengahan
Sejarah Eropah Barat Abad Pertengahan ditandai dengan berakhirnya kerajaan Romawi, sebagai akibat terjadinya perpindahan bangsa-bangsa sejak abad ke-5 di Eropa oleh karena desakan suku-suku Mongolia di Asia tengah. Salah satu penyebab utama perpindahan bangsa-bangsa itu adalah iklim atau cuaca di Asia Tengah yang mengalami musim kering dan panas berkepanjangan. Sebagai akibatnya adalah semakin menipis atau langkanya sumber dan bahan pangan penopang kehidupan, sehingga suku-suku pengembara di wilayah itu mengalami kesulitan yang besar dalam mempertahankan hidup mereka.
Salah satu suku terpenting yang mendiami Asia Tengah adalah suku Mongol, yang pada abad IV mulai meninggalkan wilayah mereka menuju Tiongkok Utara, dan bahkan pada tahun 308 –352 berhasil mendirikan kerajaan Siung-Nu. Namun demikian suku Mongol ini kemudian dihalau oleh suku Toba We, yang oleh karena itu mereka mulai bergerak untuk mengembara lagi menuju India dan bahkan ke Eropa Barat. Di India Suku Mongol melakukan penyerangan terhadap kerajaan Gupta, kemudian juga bergerak menyerbu Raiput di India Utara, dan bahkan menetap di wilayah itu.
Berbeda dengan arah gerakan suku Mongol, maka suku Huns bergerak mengembara menuju ke arah Barat dan bahkan sampai ke Eropa Barat, yang kronologisnya secara garis besar adalah sebagai berikut:
a.       Pertama-tama mereka  menyerang Persia terutama atas kerajaan Sasanid.
b.      Dari Persia mereka bergerak ke Eropa Timur melalui Kaspia kemudian menyusur sungai Donau dan menguasai daerah di sekitarnya khususnya Hongaria, dan pada tahun berhasil mennuju 375 ke Rusia selatan dan akhirnya ke Eropa Barat.
c.       Di Rusia selatan mengusir suku Goth barat di dekat sungai Dajepr dan Goth Timur di sebelah barat laut Hitam. Sebagai akibatnya suku Goth Barat masuk wilayah Romawi di sekitar  Donau, sedangkan suku Goth Timur masuk ke Itali.
d.      Suku Hans ini selanjutnya bergerak menuju Hongaria dan mengusir suku2 Germania dan suku2 lainnya. Sebagai akibat  desakan suku Huns maka suku Germania terpaksa menyingkir dari Hongaria dan akhirnya bergerak menuju wilayah Romawi. Masa inilah yang ,merupakan awal dari kemundiran dan kemudian diikiuti dengan masa keruntuhan kekaisaran Romawi.

Gerakan dan serangan suku Huns khususnya ke Eropa Timur mengakibatkan  terdesaknya suku2 setempat yaitu suku2 Germania yang terpaksa bergerak atau menyingkir ke Eropa barat yang merupakan wilayah kekaisaran Romawi. Orang-orang dari suku Goth Barat yang bergerak memasuki wilayah Romawi banyak mengalami penindasan oleh orang-orang Romawi yang menganggap mereka sebagai suku pendatang dan sebaliknya menganggap dan merasa diri mereka sebagai penduduk pribumi. Sebagai akibatnya sering terjadi pemberontakan yang tentu saja dibalas dengan penindasan. Salah seorang pemimpin suku Goth Barat yang menggerakkan pemberontakan di Romawi adalah Aleric yang berlangsung silih berganti antara pemberontakan dan penindasan selama tahun 395-410. Di Yunani mereka dihalau oleh kaisar Yunani yaitu Arcadius, bahkan kaisar mengirim ppasukan untuk menyerang Italia, sehingga pada 410 Roma berhasil dikuasai. Sebagai akibatnya orang Goth ini bergerak lagi ke daerah lain yaitu di Galia Selatan dan Spanyol Utara. Namun demikian gelombang migrasi suku Germania yang bergerak memasuki wilayah kekaisaran Romawi ini terus berlangsung, bahkan juga suku-suku germania lainnya yang terkemuka yaitu suku Vandal, Bourgondia, Franka, Alamanni, dan Lombard.
Khusus suku Vandal yang sangat terkenal karena keberingasannya, setelah terusir dari Roma pada 410 mereka bergerak menuju Spanyol di bawah seorang pimpinannya yang bernama Genserik. Dari Spanyol Selatan suku Vandal ini pada tahun 429 menyerbu Afrika dan bakan berhasil merebut dan menduduki Cartago. Nampaknya dari Afrika Utara ini suku Vandal bertujuan untuk melampiaskan dendamnya terhadap Roma yang telah mengusirnya. Hal ini terbukti dari serangan mereka terhadap Itali pada tahun 455, yang dilanjutkan dengan membakar habis kota Roma. Sesudah itu disamping menetapp di Afrika, mereka juga menetap mendiami Sardinia dan Corsica.
Untuk suku Germania yang lain yaitu Bourgondia dan Franka,, bersama-sama dengan suku Goth Barat dan Alamanni menetap di Galia. Di tempat ini mereka masih mendapat gangguan serangan dari suku Huns yang menetap di Honggaria dibawah pimppinan Attila. Namun demikin dengan meninggalnya Attila pada tahun 453 pada waktu menyerang Galia, maka suku Huns menetap untuk selamanya di Hongaria dan tidak melakukan serangan2 lagi terhadap suku-suku germania. Di Britania (Inggris) berdatangan suku-suku Germania lainnya yaitu Angeli, Sax dan Yut, yang sebelumnya menduduki daerah di sekitar Elbe dan Den Marck.
Dalam perkembangannya, suku-suku Germania yang berdatangan ke wilayah Romawi itu ternyata secara lambat laun mengurangi wilayah kekuasaan Romawi, karena pemerintah di Roma yang mulai lemah tidak mampu menghalau serangan suku-suku Germania tersebut. Bahkan banyak orang-orang Germania yang dijadikan tentara kekaisaran Romawi  dengan pertimbangan mereka itu memiliki kelebihan dalam militer atau perang. Namun demikian mereka berkembang seperti benalu di Romawi bahkan walaupun secara berangsur-angsur dan lama mereka berhasil menguasai Romawi. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Romulus Agustulus yang pada tahun 476 disingkirkan dari tahtanya oleh orang-orang Germania dibawah pimpinan Odovaker. Bahkan Odovaker mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Germania yang berkedudukan di Italia. Peristiwa tersebut merupakan akhir dari pemerintahan  kekaisaran Romawi Barat.[3]
B.     Ciri-Ciri Khusus Historiografi Eropa Abad Pertengahan
Eropa pada masa abad pertengahan berada dalam kondisi dimana rasio tidak begitu mendapatkan tempat. Agama (kristen) menjadi kekuatan yang begitu dominan saat itu. Keadaan kebudayaan semacam itu tentu saja juga dipengaruhi oleh “jiwa jaman” yang bisa diketahui dari pandangan dunia (hidup) dari masyarakat Abad Pertengahan yaitu:
1.      Teosentrisme, yaitu pandangan hidup yang berpusat pada Tuhan, dalam arti bahwa kehidupan manusia itu berpusat pada Tuhan, dan Tuhanlah yang mengatur hidup manusia baik per individu maupun masyarakat. Dalam hal ini Tuhan juga berperan mengatur sejarah manusia.
2.      Providensi, yaitu pandangan hidup yang mengangap bahwa segala sesuatu di dunia dan seisinya ini berjalan menurut rencana Tuhan (God Plan). Sengsara merupakan peringatan terhadap manusia. Faktor Tuhan selalu dikaitkan dengan segala hal, demikian juga sejarah selalu dikembalikan kepada Tuhan.
3.      Yenseitigheit, yaityu pandangan hidup yang mementingkan kehidupan di alasm baka atau akhirat. Atinya yang terpenting dalam hidup ini adalah untuk mempersiapkan diri demi kehidupan di dunia (alam) baka.
Demikianlah bisa dikatakan bahwa  jiwa jaman masyarakat Abad Pertengahan adalah bersifat spiritual. Dalam hal ini semua kehidupan masyarakat bersumber dan berpedoman pada ajaran agama (Kristen). Fenomena tersebut berlaku pula dalam bidang historiografi dan filsafat sejarah yang umumnya bertema orang-orang suci, sejarah penciptaan dan sebagainya.[4]  Penulisan sejarah berpusat pada gereja dan negara, dengan pendeta dan raja sebagai pelaku utama.[5]
C.     Pemikiran, Tokoh, dan karya Historiografi Eropa Abad Pertengahan
Masa abad pertengahan berlangsung cukup lama (1000 tahun jika dihitung dari abad ke-5 sampai abad ke-15) dan pengaruhnya dirasakan di banyak tempat. Tetapi tentu bukan perkara mudah melacak semua historiografi berabad-abad yang luas itu. Di sini hanya akan dikemukakan beberapa nama, yaitu Cassiodorus, Procopius, Gregory, dan Bede.[6]
1.      Cassiodorus (480-570)
Cassiodorus, pegawai tinggi dari istana kaisar suku Goth Timur yaitu Theodorik. Akan tetapi ia sendiri sebenarnya adalah orang Romawi katolik. Ia sesunguhnya keturunan orang Siria, akan tetapi sudah sejak lama nenek moyangnya bekerja sebagai pejabat tinggi pada kekaisaran Romawi. Ia juga pernah belajar pada sekolah “artes liberals (seni yang bebas, yaitu retorica, gramatika dan dialektika). Buku pertamanya adalah Chronika, yang merupakan buku asal-usul politik dari putra mahkota Kaisar Goth Timur sebelum tahun 519. Oleh karena mempunyai pandangan atau misi politik, maka tidak dilaporkan mengenai kelahiran Kristus dan kejatuhan dari kekaisaran Romawi Barat.
Setelah tidak menjadi pejabat, Cassiodorus masih menulis suatu karya lagi yang berasal dari surat-surat resmi yang sangat banyak ketika masih menjadi pejabat. Karyanya itu  diberi judul Variae, yang bisa dianggap sebagai terbitan sumber-sumber sejarah tertua. Ketika itu ia juga mengalami penyadaran agama (masuk agama Kristen), dan sesudah itu terutama sibuk dengan kebudayaan. Selama lebih dari seperempat abad, walaupun ia sendiri bukan seorang biara, ia mempelajari Injil, sejarah para murid Yesus dan para penulispenulis antik. Hasil dari studinya disusun dalam suatu karangan yang berjudul Institutiones. Dalam edisi bahasa Latin karyanya terkenal dengan nama historia exclesiastica of Historia tripatita, yang tidak lain adalah sejarah gereja.[7]
2.      Procopius (500-565)
Tulisan-tulisan Procopius umumnya dalam bahasa Yunani. Menulis The History of His Own Time yang menceritakan perang-perang Byzantium melawan Persia, Afrika, dan bangsa Goths. Ia menyertai seorang jenderal Byzantium dalam perang, sehingga sebagian tulisannya bisa dikatan sebagai saksi mata. Kelemahannya terletak dalam biasnya sebagai pengagum empirium dan penggunaan sumber yang tanpa seleksi
3.      Gregory (538-594)
Tulisannya yang terkenal yaitu History of The Franks yang menceritakan sejarah dunia sejak zaman kuno sampai abad ke-5. Sejarah bangsa Franka dimulainya dari 417 sampai 591, lima puluh tahun terakhir ditulisnya dari sudut pandang saksi mata. Dia menulis dalam bahas latin, bahasa yang dimengerti kebanyakan orang pada masanya. Gregory menulis keajaiban-keajaiban sebagai umsur yang membuat tulisannya saksi kekuasaan agama atas bangsa Franka. Tulisannya menandai peralihan menuju abad pertengahan.
4.      Bede (672-735)
Menulis sebuah buku Ecclesiastical History of English Poeple, isinya menceritakan tentang terbentuknya kebudayaan Anglo-Saxon. Ia menulisnya dalam bahasa latin. Bede menggunakan banyak sumber dan berkonsultasi dengan gerejawan. Ia sangat berhati-hati dengan hal-hal yang ajaib, sehingga tulisannya terkesan objektif. Bukunya dirancang secara sistematis. Biografi dalam bukunya menjadi bagian yang sangat penting, karena dia menulis tentang orang-orang yang berjasa dalam membawa misi kristen di Inggris.[8]




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
             Perubahan cuaca menyebabkan suku-suku di Asia Tengah terpaksa berpindah untuk mempertaankan hidup. Pergerakan suku di Asia Tengah menyebabkan suku-suku di Eropa Timur bergeser memasuki Romawi. Serbuan suku-suku dari Eropa Timur telah melemahkan Romawi bahkan mengantarkanpada keruntuhnya. Pada saat yang hampir bersamaan agama kristen berkembang pesat dan menjadi kekuatan yang besar.
            Perkembangan Historiografi Eropa abad pertengahan sangat dipengaruhi oleh agama (kristen) yang waktu itu mencengkram hampir seluruh aspek kehidupan. Penggunaan akal sehat sebagaimana pada masa Yunani dan Romawi ditentang karena dianggap hasil dari setan. Penulisan sejarah berpusat pada gereja dan negara dengan pelaku utama raja dan pendeta. Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama di Eropa yaitu sekitar 1000 tahun.
            Rentan waktu yang cukup lama tentunya memungkinkan banyak muncul karya-karya penulisan sejarah. Namun penulisan sejarah saat itu bisa dikatakan jauh dari metode sejarah yang ilmiah. Karya-karya penulisan sejarah sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan agama dan politik. Penulisan sejarah disesuaikan dengan doktrin agama dan kepentingan negara. 

Daftar Pustaka

Haikal Husain.1982.Mengenal Historiografi Barat : Historiografi Yunani dan Romawi.Majalah                 Informasi No. 1 Th.XXI
Kuntowijoyo.2001.Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya.
Pradjoko Didik, dkk.2008.Modul I Sejarah Indonesia :Hibah Modul Pengajaran :Content             Development Tema B1.Depok:Universitas Indonesia.
Supriyono Agust.2003.Diktat Historiografi Eropa Barat.Semarang:Jurusan Sejarah Fakultas          Sastra Universitas Diponegoro.





[1] Haikal Husain.1982.Mengenal Historiografi Barat : Historiografi Yunani dan Romawi.Majalah Informasi No. 1 Th.XXI
[2] Pradjoko Didik, dkk.2008.Modul I Sejarah Indonesia :Hibah Modul Pengajaran :Content Development Tema B1.Depok:Universitas Indonesia
[3] Supriyono Agust.2003.Diktat Historiografi Eropa Barat.Semarang:Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro  Hlm 30-33
[4] Supriyono Agust.2003.Diktat Historiografi Eropa Barat.Semarang:Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Hlm 34-35
[5] Kuntowijoyo.Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya Hlm 42
[6] Ibid Hlm 43-44
[7] Supriyono Agust.2003.Diktat Historiografi Eropa Barat.Semarang:Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Hlm 35-36

[8] Kuntowijoyo.Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya Hlm 44-45