Posted on Senin, 23 November 2015 Jason dalam Teror Friday the 13th di Paris

Jason dalam Teror Friday the 13th di Paris
oleh Dhani Kurniawan


Paris Prancis, Jumat malam 13 November 2015 waktu setempat tiba-tiba terkoyak oleh serangkainan serangan teror mematikan. Tidak tanggung-tanggung serangan terjadi beruntut di enam tempat dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Semua objek serangan adalah pusat kerumunan warga sipil. ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan tersebut. Pemerintah Prancis dengan cepat menjawab serangan tersebut dengan menyiapkan operasi pengejaran terhadap pelaku yang lolos dan operasi militer yang lebih genjar langsung ke jantung ISIS di Timur Tengah.
Dunia dibuat terkejut oleh serangkaian aksis teror tersebut. Memang ISIS sudah lama dikenal sebagai kelompok radikal yang seringkali melakukan tindak kekejaman. Serangan bom dan tembakan yang menimbulkan banyak korban juga bukan hal yang jarang terjadi. Malahan sudah menjadi keseharian bagi masyarakat di beberapa tempat hingga luput dari perhatian kita. Namun tidak banyak yang mengira bahwa aksi sebrutal itu akan mewujud di Paris. Kota yang dikenal aman dan romantis dalam imajinasi banyak orang termasuk oleh sastrawan terkemuka Ernest Hemingway. Sontak Paris banjir simpati dan ISIS banjir kutukan dari masyarakat dunia termasuk dari pemerintah resmi berbagai negara. Meski bukan berarti tidak ada pihak yang bersikap lain. Saya sendiri tentu sama sekali tidak sepakat dengan aksi teror di mana pun dan oleh siapa pun. Saya sebagai muslim tidak pernah diajarkan berbuat demikian. Hanya saja saya termasuk orang yang tidak begitu saja puas dengan berbagai penjelasan yang muncul begitu cepat dan dangkal tentang latar belakang teror dan dalang di baliknya.
Memang ISIS secara resmi mengakui bertanggungjawab atas serangan tersebut sebagai konsekuansi campur tangan Prancis dengan berbagai aksi militernya di Timur Tengah. Pemerintah Prancis sendiri juga dengan begitu cepat dan meyakinkan percaya bahwa ISIS bertanggungjawab atas serangan tersebut meski tanpa rasa bersalah atas tuduhan ISIS. Pemerintah Prancis malahan bertekad menuntut balas dengan meningkatkan operasi militer langsung ke jantung ISIS. Bagi banyak orang mungkin ini adalah kisah yang wajar dan tidak sulit dipahami. Suatu konsekuansi logis. Namun tidakkah ada banyak kejanggalan. Apakah hanya karena ISIS menyatakan bertanggungjawab kita bisa begitu saja menarik kesimpulan bahwa merekalah dalang dibalik serangan teror tersebut. Tidakkah diperlukan penyelidikan yang lebih mendalam. Tidakkah kita juga perlu memandang lebih kritis campur tangan Prancis (dan beberapa negara besar lain) dalam kekacauan di Timur Tengah.
Apa boleh buat dunia terlanjur percaya pada kisah tersebut. Dunia tak punya banyak waktu untuk terus bertanya-tanya. Apalagi kita di Indonesia negara yang tidak kurang masalah hingga kita tidak punya cukup waktu dan cukup alasan untuk memperhatikan masalah negara lain (suatu hal yang harus kita pelajari dari Prancis, dan Amerika tentunya). Saya sendiri sebenarnya punya cukup waktu untuk terus bertanya-tanya. Hanya mungkin saya tidak punya cukup kemampuan dan perangkat untuk bergelut dengan berbagai pertanyaan tersebut. Namun saya tidak akan berhenti. Toh saya bukan pakar yang punya reputasi untuk dipertaruhkan dan saya juga tidak sedang menyusun laporan yang akurat dan ilmiah untuk dipertanggungjawabkan. Jadi saya tak masalah jika saya merangkai kembali kisah teror Paris berdasarkan pengetahuan dan imajimasi saya sendiri.
 Teror Paris mengingatkan saya pada salah satu film yang pernah saya tonton, Friday the 13th yang rilis pada tahun 2009. Ada persamaan mendasar antara keduanya. Teror brutal pada hari Jumat tanggal 13. Ternyata memang ada tradisi di dunia barat yang menganggap keramat Jumat tanggal 13 sebagaimana keramatnya malam Jumat Kliwon dalam tradisi masyarakat kita. Saya juga baru tahu bahwa film tersebut adalah salah satu versi yang cukup sukses meraup untung dari sekian banyak versi Friday the 13th yang pertama kali rilis 1980. Ternyata kisah teror berdarah-darah di Jumat malam tanggal 13 adalah kisah yang digemari banyak orang.
Bagi saya yang paling menarik dalam film tersebut selain adegan berdarah-darah dan adegan panas tentu adalah sang peneror sendiri. Sosok misterius bertubuh kekar dan bertopeng yang muncul dengan golok. Siapa dia yang tiba-tiba muncul memecah suasana liburan yang gembira. Kemampuannya melakukan teror begitu mengagumkan sebagaimana kebanyakan sosok di film-film psikopat. Hingga saya bertanya-tanya apakah semua psikopat selalu jenius, kuat dan punya kemampuan meneror yang mengagumkan. Sebagian pertanyaan saya menemukan jawabannya dalam film itu juga. Pada film tersebut dikisahkan siapa sebenarnya sang peneror dan bagaimana masa lalunya. Ternyata dia adalah Jason. Seorang anak yang tumbuh dengan tidak wajar. Dia melihat di depan matanya sendiri ibunya digorok oleh seorang konselor kamp.
Dibalik tubuhnya yang kuat dan kekejamannya yang mengerikan ternyata Jason masih merupakan seorang anak yang merindukan ibunya. Kelemahannya itulah yang diketahui beberapa korbannya (atau mungkin pelaku) ketika Jason terpikat dengan salah seorang dari mereka yang mengingatkannya pada sosok ibu. Kelemahan itulah yang dimanfaatkan untuk menikam Jason dengan golok miliknya sendiri. Jason berhasil dilumpuhkan dan mayatnya dibuang ke sungai. Namun di akhir film Jason kembali bangkit sepertinya dia memang tidak ditakdirkan (dikehendaki) untuk mati. Dia masih dibutuhkan karena kisah teror Jumat malam tanggal 13 tak akan menarik tanpa kehadirannya.
  Saya membayangkan bagaimana jika persamaan kisah teror Paris dengan cerita Friday the 13th bukan hanya soal teror dan waktu kejadian. Bagaimana jika ternyata pelakunya juga sama. Bagaimana jika ternyata Jasonlah yang juga bertanggungjawab atas teror Paris. Tentu bukan Jason dalam tubuh yang satu dan sama persis dengan sosoknya di Friday the 13th. Jason yang tumbuh lebih komplek dan canggih dalam struktur besar namun tetap sama. Bagaimana jika aktor dari teror Paris adalah akibat dari ulah kita sendiri terhadap Jason-Jason kecil di seluruh dunia. Aktor yang kita ciptakan sendiri dan tidak pernah kita relakan untuk mati karena kisah teror brutal dan sosok psikopat sadis masih kita butuhkan karena kita butuh musuh bersama sebagai dalih kepentingan pihak-pihak tertentu. Ya dalam imajinasi saya ISIS di Paris adalah Jason di Friday the 13th.

Madiun, 22 November 2015



Posting Komentar