Posted on Kamis, 12 November 2015 Puisi Bulan November

Anak-Anak Kucing

Tiga kucing kecil terlahir di senja kala disela suara takdir
Tiga tubuh kecil dipelukan ibunya dalam kardus panci presto
Tumbuh dengan cinta yang tak pernah diduga
Dalam kegembiraan tanpa pernah bertanya siapa ayahnya

Tiga kucing kecil dengan mata dan kaki kecil
Merangkak goyah belajar berlari
Sesekali jatuh tapi tak jera
Tiga kucing kecil menempuh takdir
Dalam dunia yang tak dikenalnya


Menulis

Dua kamar sudah ku tata dengan kursi juga meja
Tumpukan buku dan secangkir kopi telah lama hadir
Dan aku masih juga tak mengerjakan apa-apa

Mimpiku luntur dan terus mengabur
Terkubur hasrat bernafas pendek
Sejenak pekat lalu buyar
Meleleh diterpa angin kecil
Bagai asap rokok yang pekat dan segera cair

Dhani Kurniawan
Madiun, 3 November 2015



Habis Kemarau

Langit kelabu nampak dingin juga sayu
Tanah telah basah dan wanginya begitu indah
Katak bermunculan seperti lahir dari dunia yang tak kasat mata
Kerinduan lunas sudah
Penantian terbayar tuntas
Musim telah berganti
Karena hujan tak lagi enggan menemani


Laron

Aku yang terbang karena takdir telah menggariskan
Dengan sayap rapuh dan harapan penuh
Aku yang lahir juga besar dalam kegelapan
Telah rela berjuang untuk mati dalam terang

Dhani Kurniawan
Madiun, 9 November 2015


Marka

Aku menantimu di sisi jalan
Menyisir dengan gelisah dan rindu parah
Aku mengharapmu di malam kelabu
Malam yang sekali ini saja

Jalan ini, sayang bukan kita yang punya
Kita boleh melaju tapi tidak melewati batas
Akankah kita bertemu
Sementara jalan tak menyatu

Madiun, 14 November 2015




Jurnal Akhir Tahun

Kita mesti bergegas jangan peduli udara panas
Undangan terus saja datang
Dari bendoro yang murah hati
Tak perlu risau kue masih banyak
Bendoro kita kaya tak ada tandinganya
Semua kebagian asal mau tenang


Topeng Retak

Mengapa kita harus manjaga senyum
Berlagak riang sambil berjuang tak ingat mati
Jalan ini terjal karena kita sendiri yang membikin
Senyum itu palsu dan membeku

Bagaimana jika kematian adalah kebahagiaan
Dan membunuh adalah kemuliaan
Kita yang hidup dengan wajah mayat
Meratap lirih dibalik topeng yang retak
Kita adalah mayat yang takut kepada mayat
Sembunyi di balik topeng yang di pungut dari masa lalu

Jika satu demi satu topeng jatuh
Pecah dan tak bisa dipungut lagi
Kita saling berteriak menyalahkan setan


Madiun, 16 November 2015















                                                                                                                         

Posting Komentar