Posted on Senin, 09 April 2012 Lahirnya PKI
Lahirnya Partai Komunis Indonesia
Oleh Dhani Kurniawan
“Selamanja saja hidoep, selamanja
saja akan berichtiar menjerahkan djiwa saya goena keperloean ra’jat Boeat orang
jang merasa perboeatannja baik goena sesama manoesia, boeat orang seperti itoe,
tiada ada maksoed takloek dan teroes tetap menerangkan ichtiarnja
mentjapai Maksoednja jaitoe HINDIA
MERDIKA DAN SLAMAT SAMA RATA SAMA KAJA SEMOEA RA’JAT HINDIA”
(Semaoen, 24 Djuli 1919)
Ketika berbicara
tentang pergerakan nasional orang pasti langsung terpikir Budi Utomo, Indische
Partij, Sarekat Islam dan organisasi-organisasi pergerakan lain yang pernah ada
di Indonesia. Namun mungkin sedikit bahkan hampir tidak ada orang yang teringat
dengan PKI. Kalau pun ada yang menyinggung PKI hampir pasti berpandangan
negatif terhadap organisasi tersebut. Padahal kalau kita mau jujur PKI punya
andil yang cukup besar dalam gerakan menentang penjajah. Mereka sebenarnya bisa
dikatakan organisasi yang paling vokal bahkan cenderung radikal dalam menentang
penjajah Belanda.
Sebelum
berbicara Partai Komunis Indonesia alangkah baiknya kita terlebih dahulu
membicarakan SI(Sarekat Islam) Semarang. Sebagian dari pembaca mungkin akan
bertanya-tanya mengapa kita harus membicarakan SI Semarang yang merupakan
cabang dari suatu perkumpulan keagamaan. SI Semarang memiliki peran penting
sebagai tempat berseminya embrio gerakan Marxis pertama di Indonesia. Para
petinggi SI Semarang kelak yang akan menjadi para petinggi PKI. Bahkan ketuan
SI Semarang yaitu Semaon dikemudian hari menjadi ketua sekaligus salah satu
pendiri Partai Komunis Indonesia yang pertama. SI Semarang dibawah kepemimpinan
Semaoen pada 1917-1920 telah dengan jelas mulai menunjukkan tendensi-tendensi
sosialistik.[1]
Menurut Soe Hoek Gie proses perevolusioneran SI Semarang sendiri
sebenarnya lebih dipengaruhi bahkan ditentukan oleh keadaan rakyat Indonesia
dan Semarang menjelang berakhirnya PD II.[2] Faktor
yang mendorong perevolusioneran SI Semarang yang berasal dari dalam antara lain
permasalahan Agraria, Volksraad dan
Indie Weebaar, dan Wabah Pes, serta dari luar yaitu kedatangan Perdelict
Sneevliet.[3]
Faktor
Dari Dalam
A. Agraria
Pada tahun 1870
pemerintah kolonial mengeluarkan Undang-Undang gula (21 Juli, S 136) yang
menyatakan berakhirnya sistem tanam paksa. Selain itu juga dikeluarkan UU
Agraria (9 April 1870 S 55) dan dekrit Agraria (KB 20 Juli 1870, S 118) yang
memungkinkan perusahaan-perusahaan Eropa untuk menyewa tanah dalam jangka
panjang. Pemerintah selanjutnya mengatur tentang kepemilikan tanah oleh pribumi
secara individual guna memudahkan kontrak sewa tanah. [4]
Pada tahun 1895 ditetapkan lagi peraturan sewa tanah baru (Stb no. 247) yang
memaksa pendaftaran kontrak sewa tanah dan hukuman bagi pemakaian sewa tanah
tanpa kontrak yang terdaftar. Peraturan sewa tanah dipertajam lagi pada 1900
(Stb no. 240). Peraturan tersebut memudahkan pemerintah dalam melakukan
pengawasan terhadap penyewaan tanah pribumi oleh perusahaan-perusahaan Eropa.[5]
Pada kenyataannya
kebijakan pemerintah kolonial tersebut tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat
pribumi. Rakyat dengan berbagai upaya dipaksa untuk menyewakan tanahnya kepada
perusahaan-perusahaan Eropa. Uang sewa yang diterima rakyat sama sekali tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, padahal rakyat sudah tidak punya lahan
untuk bercocok tanam. Akhirnya rakyat terpaksa bekerja sebagai kuli di
perusahaan-perusahaan Eropa yang sebanarnya berarti menjadi kuli bagi bangsa
asing di tanah sendiri.
B. Volksraad
dan Indie Weebaar
Meletusnya perang dunia
II cukup berpengaruh terhdap Bangsa Indonesia. Budi Utomo beranggapan perlunya
pertahanan mandiri bagi Indonesia (Hindia Belanda). Mereka kemudian
mengeluarkan :
1.
Gagasan wajib militer bagi penduduk
Indonesia
2.
Wajib militer tersebut harus diputuskan
dalam parlemen yang berhak membuat undang-undang
3.
Dibentuknya parlemen di Indonesia yang
sampai saat itu belum ada
Gagasan-gagasan tersebut kemudian
melahirkan panitia yang disebut Indie Weerbaar (Hindia yang berketahanan).
Utusan Indie Weerbaar yang dikirim ke Belanda untuk mendesak pemerintah antara lain
Dwijosewojo dan Abdul Muis. Mereka gagal mendesak pemerintah untuk mengeluarkan
undang-undang wajib miiter tetapi berhasil mendesak pemerintah bersedia melakukan
pembahasan soal parlemen.
Pembetukan
milisi bumi putera sebenarnya menjadi perdebatan yang sengit di Indonesia
sendiri. Tokoh-tokoh pergerakan kiri saat itu (Sneevliet dan Tjipto
Mangunkusumo) sangat tidak setuju diselengarakannya milisi bumi putera. Mereka
melihatnya sebagai usaha mempertahankan kepentingan Belanda dengan memanfaatkan
rakyat Indonesia.[6]
Sebagian
kecil pimpinan Syarekat Islam dalam Kongres ke II di Bandung menolak ikut serta
dalam volkstraad karena menganggapnya hanya sebagai alat kaum kapitalis untuk
membodohi rakyat.[7]
SI Semarang sendiri semakin tidak percaya terhadap keseriusan pemerintah dalam
membuat sebuah parlemen setelah melihat susunan anggota volkstraad. Bagi mereka
volkstraad tak lebih dari dewan rayap[8]
dan anggotanya anak komedi[9]
C. Wabah
Pes
Kondisi kampung-kampung di Semarang sangat buruk. Rakyat tinggal berjejal-jejal
di gang-gang sempit dan becek. Rumah-rumah yang beratapkan rumbia dan bambu
menjadi sarang-sarang tikus. Kekurangan pangan, tidak adanya pemeliharaan
kesehatan akhirnya menimbulkan wabah pes pada triwulan pertama 1917.
Wabah pes semakin memburuk dan angka kematian sangat
tinggi. Pemerintah akhirnya melakukan tindakan. Perumahan rakyat yang menjadi
sarang tikus dibongkar dan dibakari. Rakyat miskin yang tidak punya apa-apa
otomatis menjadi gelandangan. Memang akhirnya pemerintah atas tekanan-tekanan
organisasi rakyat membangun perumahan untuk rakyat. Tetapi tindakan-tindakan
yang dilakukan pemerintah sebelumnya telah sangat menyakiti hati rakyat. Maka itu agitasi Sarekat Islam Semarang
tentang wabah pes disambut baik oleh masyarakat. Situasi di Semarang saat itu
membuat keadaan masak untuk gerakan-gerakan radikal SI Semarang.[10]
Faktor
Dari Luar
Persdelict Sneevliet
Merupakan
seorang sosialis Belanda yang datang ke Indonesia pada tahun 1913. Kemudian
pada tahun 1914 ia mendirikan ISDV (Indische Sociaal De-mocratische
Vereeniging) di Surabaya. Selain bergelut dalam ISDV, ia juga menjadi editor De
Volharding surat kabar berbahasa Belanda di Semarang yang menjadi organ VSTP. Semula
pegawai VSTP adalah orang-orang Eropa tetapi Sneevliet menyarankan agar juga
mem-pekerjakan pegawai bumi putera den-gan pertimbangan bahwa pada saat itu
jumlah pegawai bumi putera sudah ban-yak yang terpelajar. Kemudian Sneevliet berhasil
mengarahkan VSTP untuk bergerak secara radikal guna memperbaiki nasib
pegawai-pegawai bumi putera yang tidak cakap dan miskin. Atas dasar latar
belakang itulah Semaoen tertarik untuk menjadi aktivis VSTP (Vereeniging van Spoor
en Treemweg Personeel) dan ISDV (Yuliati 2000: 7-8)[11]. Bagaimanapun,
sumbangan Sneevliet harus dibatasi dalam dua segi - pertama karena terbatasnya
waktu yang dia lewatkan di Indonesia (1914-1918), dan kedua, karena terbatasnya
tendensi revolusioner dalam gerakan Sosial-Demokrasi sendiri.[12]
SI
Semarang dan Pergerakan Kiri
Kaum sosialis kiri yang
tergabung dalam ISDV berhasil mempengaruhi para pemimpin SI Semarang karena
adanya persamaan tujuan. Penyebab keberhasilan ISDV menanamkan pengaruhnya di
SI Semarang disebabkan
1.
CSI sebagai badan kordinasi pusat
kekuasaannya masih sangat lemah
2.
Tiap-tiap cabang Sarekat Islam berdiri
sendiri secara bebas
3.
Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai
pengaruh yang menentukan di Sarekat Islam Cabang
4.
Kondisi kepartaian saat itu memungkinkan
seseorang untuk menjadi anggota di dua partai sekaligus
Dengan demikian akhirnya beberapa
pemimpin muda SI Semarang sekaligus menjadi pemimpin di ISDV.[13]
Eratnya
hubungan komunis dan-gan Islam mencapai puncaknya pada tahun 1919 ketika Semaoen
menyatukan pergerakan ISDV, VSTP dan Sarekat Is-lam. Kesatuan visi pergerakan
antara ketiga organisasi besar ini melahirkan Persatuan Perkumpulan Kaum Buruh yang
pertama di Indonesia pada bulan Desember 1919 (Sulistiyono 2004:31).
Semaoen
mendirikan federasi buruh yang merupakan gabungan dari 20 serikat pekerja yang
di bawah naungan Sarekat Islam dengan 72.000 orang bu-ruh. Akan tetapi, Semaoen
mendapat serangan dari “Si Raja Mogok” yang juga pemimpin serikat sekerja dari Central
Sarekat Islam yaitu Sorjopranoto, yang mempersoalkan kepemimpinan Semaoen
sehingga federasi tersebut bubar.[14]
Dari
ISDV Menjadi PKI
Pada 1920 ISDV menerima
surat dari Haring (nama samaran Sneevliet) dari Shanghai yang menganjurkan ISDV
menjadi anggota komitern(komunis internasional). Untuk itu harus dipenuhi 21
syarat diantaranya harus memakai nama terang partai komunis dan menyebutkan nama
negaranya. Semaoen kemudian mengirimkan tembusan surat tersebut kepada para
petinggi ISDV termasuk Darsono yang waktu itu masih di penjara Surabaya. Dalam
pertemuannya dengan Hertog di penjara Surabaya, Darsono menyatakan
persetujuannya sembari menambahkan dua alasan lagi yaitu
1.
Manifest yang ditulis Marx-Engels
dinamai manifest komunis bukan manifes sosial demokrat
2.
Rakyat Indonesia tidak dapat membedakan
antara ISDV yang revolusioner dengan ISDP yang evolusioner
Hertog yang waktu itu adalah ketua ISDV
menolak pendapat Darsono tersebut.
Menyikapi
kondisi tersebut diselenggarakan kongres istimewa yang dihadiri 40 orang,
semuanya orang Indonesia. Sidang berlangsung panas hingga Alimin meninggalkan
sidang. Dalam sidang tersebut dua orang menolak dengan alasan jika bergabung
dengan komitern berarti menjadi bawahan Rusia. Semaon meyakinkan pesrta sidang
bahwa komitern bukan milik Rusia dan perubahan nama sekedar sebagai bentuk
disiplin organisasi. Akhirnya sidang menyepakati perubahan tersebut dan akhirnya
pada 23 Mei 1920 lahirlah partai komunis Hindia. Semaon dipilih sebagai ketua,
Darsono wakil, Bergsma sebagai sekertaris, Dekker sebagai bendahara dan Kraan
sebagai anggota. Peristiwa ini dapat dikatakan sebagai pengindonesiaan gerakan
Marxis di Indonesia.[15]
[1]
Gie Soe Hoek.1999.Dibawah Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan
Bentang Budaya
[2] Ibid hlm 7
[3]
Ibid
[4]
Boomgaard Peter.2004.Anak Jajahan Belanda
terjemahan Monique Sosman dan
Koesalan Soebagyo Toer.Jakarta:Djambatan hal 64
[5]
Burger.1962.Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia jiid pertama.terjemahan
Prajudi Atmosudirdjo.Jakarta:Prajnjaparamita. Hal 234
[6]
Gie Soe Hoek.1999.Dibawah Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan
Bentang Budaya hal 11
[7]
Pangestri Dewi Murni Sri.2005.”Pergerakan Nasional.”_e-USU Repository
[8]
Chadirin,”Pemandangan”,Sinar Hindia,19
Januari 1919 dalam Gie Soe Hoek.1999.Dibawah
Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya
[9]
Sinar Hindia, 6 Juli 1918 dalam Gie Soe Hoek.1999.Dibawah Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya
[10]
Gie Soe Hoek.1999.Dibawah Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan
Bentang Budaya hal 12-13
[11]
Endang Muryati.2010.”Muncul dan Pecahnya Sarekat Islam di Semarang 1913-1920”.Paramita:.Semarang.
[13]
Pangestri Dewi Murni Sri.2005.”Pergerakan Nasional.”_e-USU Repository hal 8-9
[15]
[15]
Gie Soe Hoek.1999.Dibawah Lentera Merah.Yogyakarta:Yayasan
Bentang Budaya hal 54-55
0
komentar |