Posted on Sabtu, 18 Agustus 2012 Kemerdekaan
Apa Benar (Indonesia Sudah) Merdeka ?
Refleksi Peringatan 67 Tahun Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
Oleh Dhani Kurniawan
“Lebih
baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap, Merdeka
atau Mati”
(Bung Tomo)[1]
Sepenggal pidato bung Tomo
diatas setidaknya cukup memberi gambaran betapa hebat tekad bangsa Indonesia untuk
meraih kemerdekaan. Kemerdekaan yang diraih Indonesia tidak begitu saja jatuh
dari langit. Sejarah membuktikan kemerdekaan diperjuangkan dan dipertahankan
mati-matian. Bukan sekedar mempertaruhkan harta benda tetapi juga nyawa. Tidak
hanya dengan cucuran keringat tetapi juga darah dan air mata. Perjuangan
tersebut tentunya dibarengi harapan besar akan terciptanya kesejahteraan bagi
seluruh rakyat setelah kemerdekaan tercapai.
Penjajahan yang dihadapi bangsa
Indonesia
dulu adalah jelas kolonialis-imperialis. Bangsa asing datang melakukan
pendudukan, merebut kekuasaan di segala aspek, dan tidak segan-segan melakukan
tekanan dengan senjata. Bangsa Indonesia
saat ini sudah terbebas dari penjajahan semacam itu. Indonesia sudah menjadi bangsa yang
memerintah dirinya sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah menjadi negara yang
secara de facto dan de jure diakui dunia sebagai negara yang merdeka penuh.
Zaman telah berganti dan zaman
kolonial memang sudah berakhir. Dunia kini sudah tidak lagi mengenal penjajahan
gaya lama.
Tidak ada lagi suatu negara mengirim angkatan bersenjata ke negara lain untuk
melakukan penaklukan. Kalaupun ada invasi militer ke negara lain pasti dengan
dalih yang mampu melegalkan tindakan tersebut. Misalnya invasi Amerika ke Irak
dengan dalih Irak memiliki senjata pemusnah masal atau invasi ke Afganistan
dengan dalih memburu teroris. Namun sadarkah kita bahwa zaman baru telah
dimulai ? Sadarkah kita zaman neokolonial telah dimulai ?
“Oleh karena itulah,
sadarlah hendaknja seluruh rakjat Indonesia, terutama sekali para Anggota MPRS
sebagai Wakil-wakil Rakjat kita, bahwa kita sedang berada ditengah-tengah kantjah-perdjuangan
matian-matian menghadapi Nekolim[2]
serta antek-antekntja, untuk memenangkan Revolusi kita !
Insjaflah hai seluruh
Rakjat Indonesia ,
dan segenap Anggota MPRS, akan tuntutan-sedjarah pada tingkatan memuntjaknja
perdjuangan kita ini dalam bidang nasional dan internasional untuk memenangkan
revolusi kita !”…….
(Soekarno
pada pidato pembukaan sidang istimewa MPRS 11 April 1965)[3]
Kutipan
sebagaian pidato bung Karno diatas setidaknya telah membuktikan bahwa beliau
telah memahami tantangan baru terhadap kemerdekaan sejati yang menjadi harapkan
bangsa Indonesia . Pada saat itu Bung Karno
mengambil kebijakan politik konfrontasi dengan kapitalis barat. Namun Soekarno
dijegal dan pasca kejatuhannya arah politik Indonesia berubah drastis.
‘Tapi sekarang, tahun
2012, jarak dan situasi Indonesia
dengan Indonesia
yang diperjuangkan oleh Soekarno sangatlah jauh. Dia memperjuangkan sosialisme Indonesia dimana rakyat yang mayoritas berkuasa
dan bekerja dengan semangat gotong-royong; di mana Indonesia menjadi bagian dari New
Emerging Forces (Nefos) yang sedang membangun sebuah tatanan dunia baru, tanpa
kolonialisme dan neo-kolonialisme. Tetapi Indonesia yang berkembang dari 1965
sampai 2012 adalah Indonesia yang sepenuhnya tergerakkan oleh dinamika kapitalisme
– kapitalisme vulgar eksploitatif dan terkadang pula, dengan elite berkuasa
yang memiliki ciri khas sama – dan menyatunya dengan kekuatan imperialis yang
berpusat di Washington, London, Tokyo, dan Canberra.”[4]
Nekolim dalam prakteknya tidak
lagi menggunakan cara-cara lama untuk menjajah. Penjajah gaya baru masuk dengan jalan menguasai sumber
daya alam, menguasai pasar dan mungkin disertai tekanan politik. Penjajahan
modern tidak lagi dilakukan secara fisik, tetapi lebih berwawasan ekonomi.
Wawasan ekonomi tersebut bahkan kemudian memengaruhi cara berpikir kita semua.[5]Konstitusi
sebenarnya telah mengantisipasi masuknya nekolim. UUD 1945 pasal 33 telah jelas mengungkapkan
tentang penguasaan sumber daya alam. Namun tidak jarang terjadi perdebatan
terhadap penafsiran pasal tersebut. Celakanya lagi peraturan-perundangan
dibawahnya sudah mulai melenceng dan cenderung menguntungkan pihak asing.[6]
Sekarang
mari kita tengok siapa yang menguasai sumber daya alam Indonesia .
Sebanyak 85 persen kekayaan migas , 75 persen kekayaan batubara, 50 persen
lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90 persen
dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. 175 juta ha tanah dalam bentuk
HPH,HGU,KONTRAK KARYA, air tawarnya dikuasai 246 perusahaan air minum dalam
kemasan(AMDK). 65% dipasok oleh perusahaan asing (AQUA DANONE, dan ADES
COCACOLA). AQUA DANONE milik Prancis menguras air Indonesia dari 2001 sampai dengan
2008 saja 32.000.000.000 liter dengan laba yang dilapor hanya Rp 728 milyar.[7]
Sungguh tragis, pantaskah kita disebut merdeka ? Dalih umum yang digunakan
sebagai pembenaran keadaan tersebut adalah Indonesia belum memiliki sumber
daya alam dan modal yang cukup untuk mengolah sumber daya alamnya. Benarkah
memang kita belum mampu ? Lucunya lagi adalah ketika pembagian laba hasil
eksploitasi sumber daya alam perbandingannya sungguh tidak masuk akal.
Negera
kita mengaku bahwa mengedepankan ekonomi kerakyatan. Tetapi kenyataan berkata
lain. Kondisi pasar Indonesia juga
sungguh meprihatinkan. Kita ditekan habis-habisan untuk masuk ke pasar bebas
dan bersaing dengan negara-negara maju yang tentu saja merupakan persaingan
yang tidak seimbang.[8]
Akibatnya barang-barang import memenuhi pasaran Indonesia . Produk dalam negeri kalah
saing. Akhirnya Indonesia
menjadi negara konsumen yang merupakan sasaran empuk bagi negara-negara maju,
terlebih lagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar dan sikap
konsumtifnya.
Maksud
dari penulisan artikel ini bukanlah untuk membuat bangsa Indonesia putus
asa. Artikel ini ditulis untuk menjadi renungan agar kita kita semua sadar.
Kita harus sadar bahwa kita dijajah. Kemerdekaan sejati seperti yang
dicita-citakan para pendiri negara ini tidak akan pernah diraih jika tidak
sadar bahwa Indonesia
masih dijajah.
[1]
Bung Tomo melakukan pidato menjawab ultimatum tentara Inggris lewat siaran
radio yang begitu berapi-api sehingga mampu mengobarkan semangat rakyat
Indonesia di Surabaya
[2]
Nekolim merupakan kependekan dari neo kolonialis dan imperialis
[3] Berdiri diatas Kaki Sendiri
(BERDIKARI) PENERBITAN CHUSUS 366 MPRS-DEPPEN Penerbit Harris, Medan .
[4]
Lane, Max.2012. Malapetaka di Indonesia: sebuah esai renungan tentang
pengalaman sejarah gerakan kiri.terjemahan Chandra Utama.tanpa kota :penebit Djaman Baroe.
[5] http://www.metrotvnews.com/metromain/tajuk/2011/05/23/771/-Ketika-Ekonomi-Dikuasai-Asing/tajuk
dikases 27 Juni 2012 pukul 13.50
[6] Misalnya UU 25 2007 pemilik modal diperbolehkan
menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah
dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan.
Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia ) milik pemodal
swasta/asing(Sumber : Salamuddin Daeng(SD), Insititut Global Justice (IGJ)
dalam www.rimanews.com diakses 27 Juni 2012 pukul 13.55.
Ada
pula UU nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas. Banyak pihak, khususnya
kalangan peneliti, sudah membuktikan bahwa UU ini dibuat dengan sokongan
lembaga-lembaga asing. Yang terakhir disebut-sebut mendanai pembuatan UU ini
adalah United States Agency for International Development (USAID). sumber http://www.maula.or.id/?p=4016
diakses pukul 14.00
[7] http://www.rimanews.com/read/20110616/31898/inilah-fakta-data-neoliberalisme-sby-boediono diakses
27 Juni 2012 oukul 13.55
[8] Terhitung sejak, Selasa (10/1/2012), Indonesia telah resmi menjalani perdagangan
bebas dengan ASEAN, Australia
dan juga Selandia baru. Sumber Fajri Gelu dalam http://pasardana.com/indonesia-resmi-masuk-perdagangan-bebas/diakses
28 Juni 2012 pukul 23.48. Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China
(ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China
membanjiri pasar domestik. Sumber Kompas Cetak Editor :Erlangga Djumena
dalam http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/02/1153057/Perdagangan.Indonesia-China
diakses
28 Juni 2012 pukul 23.53
0
komentar |