Posted on Senin, 18 Juni 2012 Berdirinya Sarekat Islam
Tirtoadisoerjo
dan Berdirinya Sarekat Dagang Islam
Oleh Dhani
Kurniawan
Sarekat Dagang Islam
didirikan oleh haji Samanhudi atas dorongan Tirtoadisoerjo. Pendirian Srekat
Dagang Islam adalah dalam rangka menghimpun kekuatan para pedagang atau
pengusaha pribumi. Saat itu para pengusaha pribumi menghadapi para pedaganag
Tionghoa yang memonopoli bahan-bahan untuk membatik. Begitulah kira-kira yang
saya dapatkan dari bangku sekolah. Saat itu saya hanya percaya begitu saja apa
yang dikatakan oleh guru saya karena di dalam buku pelajaran juga dikatan
demikian.[1]
Namun setelah memasuki bangku kuliah saya menemukan sesuatu yang baru dan
sangat berbeda.
Pada diskusi yang
diselenggarakan oleh Fistrans Institut 13 April 2012, Mr. Max Lane seorang
dosen sejarah dari Victoria University mengungkapkan sesuatu yang belum pernah
saya ketahui selama ini. Beliau mengungkapkan bahwa Pramoedya pernah memberikan
suatu analisis perihal berdirinya Sarekat Dagang Islam. Menurut Pram Sarekat
Dagang Islam didirikan oleh Tirtoadisoerjo. Pendirian Srekat Islam setelah
sebelumnya Tirto gagal mendirikan Sarekat Priyayi. Tirto akhirnya sadar bahwa
masyarakat telah terbagi menjadi dua kelas. Kelas pertama mereka yang
tergantung pada pemerintah kolonial yaitu para priyayi yang hidup dari gaji
yang diberikan oleh pemerintah. Kelas kedua adalah orang-orang yang lebih bebas
karena tidak tergantung kepada gaji yang diberikan pemerintah. Tirto kemudian
juga sadar nahwa untuk membentuk suatu organisasi pergerakan tidak bisa
menggunakan basis massa orang-orang yang tergantung pada pemerintah. Kemudian
dipilihlah basis massa pedagang karena mereka tidak terikat pemerintah dan
lahirlah Sarekat Dagang Islam.
Beberapa waktu yang
lalu saya tidak sengaja tertarik pada buku terjemahan karangan George D. Larson
yang berjudul MASA MENJELANG REVOLUSI,
Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, 1912-1942. Saya tertarik pada
buku tersebut karena beberapa waktu yang lalu hangat dalam pemberitaan di
berbagai media perihal permasalahan tahta keraton Kasunanan Surakarta. Saya
penasaran apakah masalah seperti itu juga pernah terjadi dalam sejarah keraton
kasunanan Surakarta. Secara tidak sengaja kemudian saya menemukan halaman yang
membahas tentang berdirinya Sarekat Dagang Islam.
George D. Larson
mengutip arsip dokumen residen Van Wijk menyatakan bahwa pendiri nominal Srekat
Dagang Islam adalah Tirtoadisoerjo seorang Solo yang merantau keluar dan
merupakan redaktur majalah Medan Prijaji. Ia pernah mendirikan Sarekat Dagang
Islamijah di Batavia pada tahun 1909 dan Sarekat Dagang Islam di Bogor pada
tahun 1911. Kemudian awal 1912 secara resmi membentuk Sarekat Dagang Islam di
Surakarta sebagai cabang dari Bogor. Namun anehnya Tirto menghilang dan
digantikan oleh seorang pengusaha batik dari Lawehan yaitu haji Samahoedi.
Sedangkan tentang latar belakang didirikannya Sarekat Dagang Islam George belum
memberikan keterangan yang cukup jelas namun juga condong ke faktor ekonomis
dan etnosentris.[2]
Kedua keterangan diatas
sudah cukup meyakinkan saya bahwa pendiri Sarekat Islam adalah Tirtoadisoerjo.
Namun yang menjadi masalah adalah mengapa guru saya dan buku teks pada saat
saya kelas lima mengatakan bahwa pendiri Sarekat Islam adalah haji Samahoedi.
Apakah mungkin itu hanya sebuah kesalahan yang bersifat teknis saja ? Ataukah
ada kemungkinan lain, misalnya ada pihak yang berusaha mengkerdilkan peranan
Tirtoadisoerjo ? Saya belum tahu pasti apa sebabnya. Sebenarnya dalam penulisan
sejarah di Indonesia “pembelokan” sejarah memang sering terjadi. Saya sudah
cukup sering menemukan buku teks pelajaran yang menulis sejarah yang sengaja
dibelokkan.
Selanjutnya tentang
latar belakang berdirinya Sarekat Islam saya lebih tertarik pada analisis
Pramoedya Ananta Toer. Meskipun keterangan itu saya dapat dari orang asing saya
kira Mr. Max Lane adalah orang yang cukup berkompeten dan bisa dipercaya. Saya
tidak heran jika analisis Pram jarang dikemukakan oleh sejarawan Indonesia.
Semasa orde baru Pram termasuk Tapol, semua buku-bukunya dilarang terbit dan
mungkin juga pemikirannya dianggap “sesat.” Menurut saya analisis Pram lebih
masuk akal karena dikemudian hari Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat
Islam dan menjadi organisasi yang lebih bersifat politis.
Madiun, 11 Juni 2012
0
komentar |