Posted on Rabu, 08 Mei 2013 Awas Polantas


Awas  Ada Polantas

Polisi sejatinya merupakan alat negara yang bertugas mengayomi masyarakat khususnya di bidang keamanan dan pertahanan. Untuk menjalankan tugasnya polisi memiliki satuan tugas satuan tugas dengan spesialisasi masing-masing. Polisis lalu lintas atau polantas adalah polisi yang tugasnya terkait keamanan dan ketertiban berlalu lintas. Belum lama ini kita disuguhi oleh pemberitaan negatif tentang seorang petinggi di satuan lalu linats kepolisian republik Indonesia tentang aset-asetnya yang luar biasa dan diduga hasil korupsi. Pemberitaan tersebut mengingatkan saya pada pengalaman saya sendiri belum lama ini dengan polisi lalu lintas.
Polantas, Kenek Bus, dan Penjaga Warung
Hari itu Sabtu 23 Februari sekitar jam 10.00 wib saya mengendarai motor dari dari rumah saya di Madiun Selatan ke arah Madiun kota. Tiba-tiba di tengah perjalanan saya sadar bahwa saya tidak membawa STNK. Saya tetap melanjutkan perjalanan dan berharap tidak bertemu dengan Polantas yang sedang melakukan operasi. Sudah menjadi rahasia umum jika terkena tilang dan harus berurusan dengan polisi pasti harus mengeluarkan uang. Celakanya apa yang saya takutkan malah muncul di hadapan saya. Saya melihat di depan ada polantas sedang melaksanakan operasi pepemriksaan kelengkapan dan surat-surat kendaraan bermotor.
Saya gugup dan melambatkan laju kendaraan dan berpikir bagaimana saya bisa lolos. Anehnya tiba-tiba kenek bus yang melaju dari arah belakang saya berteriak “mampir warung ae”. Gugup, heran, dan kaget bercampur, saya memeperhatikan ke sekeliling dan melihat di seberang jalan ada beberapa warung. Sontak saya langsung menyeberang jalan dan berniat mampir ke warung sebagaimana dianjurkan oleh sang kenek bus. Harapan saya bisa pura-pura menjadi pembeli di warung dan lolos dari Polantas. Sampai di depan warung belum sempat mematikan mesin sepeda motor di depan warung aeorang ibu-ibu berkata ”kono mas lewat mburi” lalu seorang bapak-bapak yang ada didekatnya menambahi “cepet selak diparani polisi. Agak bingung saya mengangguk-angguk “injih” sambil mengarah ke belakang lewat samping warung, masih dengan mengendarai sepeda motor saya. Setelah sampai di belakang warung saya melihat ada jalan yang mengarah ke jalan lain sehingga saya lolos dari Polantas.
Lewat jalan pedesaan saya berbalik arah kembali ke rumah untuk mengambil STNK. Sepanjang jalan saya berpikir dan keheranan, mengapa orang-orang di sekitar saya sadar dan tanggap bahwa saya sedang berusaha menghindari polisi ? Saya juga heran mengapa mereka semua yang tidak kenal saya bahkan mungkin baru pertama kali bertemu mau menolong saya.
Sampai rumah saya mengambil STNK dan kembali mengendarai sepeda motor lewat jalan yang sama dengan jalan saya hampir tertangkap Polantas. Anehnya kali ini meskipun mengendarai motor dengan pelan saya tidak diminta berhenti untuk di cek kelengkapan surat untuk berkendara. Padahal setelah itu saya melihat orang lain diminta untuk berhenti. Saya berpikir barangkali Polisi tahu mana orang yang gugup karena kurang kelengkapan kendaraan dan surat-suratnya dan mana orang yang tenang karena kendaraan, helm, surat-surat serta semua kelengkapan telah dibawa atau dikenakan. Sepertnia polisi tidak mau capek-capek memeriksa orang yang tidak akan memberi apapun padanya. Itu juga sudah rahasia umum.
Biasanya dalam operasi yang dilakuakn Polantas di jalan raya ada dua pihak yang kebal hukum, pertama oknum polisi dan kedua oknum tentara. Alasannya jelas pertama polisis tidak akan menangkap rekannya sendiri, dan polisi tidak mau berurusan dengan militer yang biasanya tidak mau disalahkan jika berurusan dengn polisi, meskipun sebenrnya dia memang salah. Beberapa kasus telah menunjukkan bahwa militer tidak pernah mau mengalah dengan polisis dan berujung pada bentrokan fisik. Masalah tersebut sebenarnya berawal dari kecemburuan militer terhadap kewenangan besar yang dimiliki kepolisisna juga faktor ekonomi dimana polisi mendapat “lahan basah” sedangkan militer biasanya mendapat “lahan kering”. Maka jangan heran jika gesekan antara militer dan polisi akan terus terjadi lagi.
PR Untuk Polisi
Kembali pada orang-orang yang spontan menolong saya meskipun tak saling kenal. Setelah berpikir lebih mendalam saya mengambil kesimpulan bahwa Polantas oleh masyarakat telah dianggap “musuh bersama”. Masyarakat nampaknya telah memiliki pengalaman kolektif tentang buruknya kelakuan oknum Polantas. Fenomena ini seharusnya disadari oleh kepolisisan. Tentu tugas dan kewajiban dari Polisi tidak akan terlaksana jika tidak ada dukungan dari masyarakat. Selain itu apa jadinya jika aparat yang harusnya menjadi pengayom dan pelindung malah menjadi musuh dan membawa keresahan.

Posting Komentar