Posted on Selasa, 25 Juni 2013 Bahasa Bangsa Merdeka
Bahasa
Bangsa Merdeka
Oleh
Dhani Kurniawan
Suatu hari
budayawan Taufik Ismail dengan khusuk
duduk selama dua jam di depan tv. Dia perhatikan, dia catat nama-nama program
acara televisi, kemudian lahirlah sebuah puisi berjudul “Bebas dari penjajahan
bahasa Belanda kita masuk ke dalam penjajahan bahasa Amerika”. Puisi tersebut
mengkritik stasiun tv yang program acaranya yang namanya cenderung menggunakan
bahasa Amerika (bahasa Inggris). Padahal sebenarnya bisa saja jika
program-program acara tersebut bisa saja menggunakan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa asing
pada program acara tv nampaknya memang bisa mengangkat ranting, terkesan
cerdas, intelek, dan gagah. Tanpa disadari yang sebenarnya terjadi adalah
penjajahan bahasa. Indonesia sebagai bangsa yang merdeka telah memiliki bahasa
sendiri dan bahasa Indonesia seharusnya bisa menjadi tuan di negerinya, malah
kalau perlu kita jadikan bahasa Indonesia bahasa dunia. Stasiun tv seharusnya
turut menjadi pihak yang bertanggungjawab atas pendidikan di negeri ini. Namun
kenyataannya menurut Taufik Ismail, orientasi materi dan sistem ekonomi kapitalis
di Indonesia telah menjadikan stasiun tv tidak peduli pada pendidikan terutama
pembinaan bahasa Indonesia.
Dukungan
Akademisi
Kerisaun
Taufik Ismail tentang terjadinya penjajahan bahasa memang bukan isapan jempol
belaka. Menjamurnya penggunaan bahasa asing terjadi bukan hanya terjadi pada
acara-acara di stasiun tv. Perguruan tinggi yang merupakan lembaga pendidikan
formal tertinggi dan temapt berkumpulnya manusia-manusia cerdas tidak luput
dari gejala penjajahan bahasa. Lihat saja tulisan-tulisan yang terpampang di
lingkungan kampus yang semakin banyak jika ditulis dalam bahasa Indonesia maka
akan selalu diikuti dengn terjemahannya dalam bahasa Inggris, Tak jarang
tulisan yang dalam bahasa asing justru lebih besar daripada yang berbahasa
Indonesia. Parahnya bahkan sampai nama perguruan tinggi itu sendiri
“diInggriskan”. Paradigma berpikir para pengambil kebijakan di perguruan tinggi
bisa dikatakan sebagai pola pikir yang terjajah. Mereka masih terjebak dalam
pola pikir bahwa penggunaan bahasa asing akan mengangkat prestise, terkesan
mentereng dan bertaraf internasional. Mereka bangga menjadi bagian dari agen
penjajah bahasa.
Lebih
jauh lagi kalau kita mau melihat karya-karya ilmiah yang lahir di pergurun
tinggi di negeri ini maka lebih gawat lagi keadaannya. Karya ilmiah yang
ditulis dalam bahasa Indonesia telah bertaburan bahkan dibanjiri dengan istilah
dalam bahasa asing. Penggunaan istilah asing sebenarnya adalah ketika kita
tidak menenukan kosa kata dalam bahasa Indonesia yang bisa mewakili apa yang
ingin kita sampaikan. Namun apabila penggunaan istilah asing terjadi karena
kemalasan kita mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia apalagi jika hanya
sebagai citra maka bencana yang terjadi. Menjamurnya istilah asing terutama
Inggris dalam karya ilmiah sebenarnya menunjukkan bahwa perkembangan
pengetahuan di negeri ini hanya mengekor dunia barat. Kita tidak menemukan
apa-apa dan hanya mengikuti saja apa-apa yang ditemukan peneliti asing.
Kemungkinan kedua adalah berarti bahasa Indonesia adalah bahasa yang miskin
kosakata, bahasa yang tidak berkembang sehingga tidak mampu menjelaskan banyak
hal yang bisa dijelaskan dengan bahasa asing.
Tidak
Harus Asing
Mantan
ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menyatakan bahwa salah satu alasan MK
mengabulkan gugatan terhadap RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional)
adalah penggunaan bahasa. Pembelajaran di RSBI selama ini dilaksanakan dalam
dua bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Namun dalam
perkembangannya penggunaan bahasa Inggris yang lebih ditekankan. Menguasai
bahasa Inggris memang suatu keharusan di era global namun Mahfud tidak setuju
bahwa standar internasional sama dengan menggunakan bahasa Inggris dalam
pembelajaran.
Pendidikan
Indonesia jika memang ingin meningkatkan kualitasnya dan berharap bisa sejajar
dengan negara maju tidak bisa dengan mengekor begitu saja. Indonesia tidak bisa
hanya mengiri pada hasil tanpa melihat proses. Selain itu karakteristik
Indonesia juga membuat kebijakan yang berhasil di negara maju tidak bisa begitu
saja di terapkan di sini, Akan lebih baik jika kita merumuskan jalan
berdasarkan realita dan pemikiran yang tumbuh dan berakar di Indonesia sendiri.
Bukankah sejarah telah mencatat sejumlah tokoh pendidikan Indonesia dengan
pemikirannya yang khas. Jadi kita tidak perlu sedikit-sedikit import dari
negara lain.
Bahasa
Bangsa Berdaulat
Menurut
Syafei Maarif kemerdekaan tidak berarti tanpa kedaulatan. Kedaulatan adalah
harga diri dan martabat bangsa. Bung Karno menyatakan bahwa berdaulat tidak
cukup hanya dalam politik tetapi juga dalam ekonomi dan kebudayaan. Maka dari
itu bahasa Indonesia sebagai hasil kebudayaan nasional haruslah berdaulat dan
mampu menjadi tuan di negeri sendiri. Bahkan seharusnya bahasa Indonesia bisa
menjadi bahasa dunia mengingat jumlah penggunanya yang sangat besar. Jangan
kita pertahankan mental inlander yang
justru banggga dengan keterjajahannya. Buktikan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang layak merdeka dengan kedaulatan penuh lewat kemerdekaan dan kedaulatan
berbahasa Indonesia.
2
komentar |